Sabtu, 07 Januari 2012

                                             Posting di Luar Jadwal: Sebuah Kesaksian.

                    Artikel ‘Diam-diam Jadi Kaya’ menuai banyak komentar. Terlebih via inbox, bahkan dari orang-orang yang tak saya kenal sebelumnya (terima kasih atas atensi dan reaksi positifnya. Saya bersyukur banyak orang yang terinspirasi. Tuhan memberkati anda semua). Pak Slamet memang luar biasa, meskipun saya mengenalnya sebatas ikut ngobrol nggak jelas bila diajak tante saya dan keluarganya di rumah makan miliknya (maksudnya milik Pak Slamet, bukan milik tante saya) yang asyik banget buat acara ngumpul bareng keluarga. Bahkan saya tidak yakin Pak Slamet menyadari eksistensi saya setiap saya ikut makan gretongan di sana, hehehe… Tapi sikapnya yang luar biasa telah memberi inspirasi sekaligus motivasi bagi saya untuk merombak mental secara ekstrim.
                 Dan inilah kesaksian saya: belakangan waktu ini saya secara pribadi sedang mengalami gemblengan dan didikan yang luar biasa berat dan menyakitkan dari Tuhan. Secara logika saya menyadari itu, bahkan di beberapa titik saya berterima kasih karena Tuhan berkenan mendidik saya secara pribadi. Itu artinya Tuhan sayang pada saya. Tapi dasar ndableg, biarpun sadar tetap saja saya ngeyel. Sering dalam doa pribadi saya bertanya pada Tuhan “Do I deserve this, Lord? What did I do wrong so that You treat me this way?”. Kurang ajar betul. Belum lagi mulut saya yang hobi ngomel dan merutuki keadaan. Dalam banyak hal saya memang sebelas-dua belas dengan kelakuan bangsa Yahudi yang menyebalkan itu. Dalam lebih banyak hal saya malah lebih bi-atch. Jadi inilah saya, Yuanita Maya yang kebingungan dan tidak punya jati diri: di satu saat memuji-muji kebaikan Tuhan karena mau mendidik saya secara pribadi, dan di saat lain mengeluh dalam ratapan pada Tuhan, bertanya-tanya di mana letak keadilan-Nya. Bahkan saya berani mempertanyakan belas kasihan dan kemurahan yang dijanjikan-Nya. Untung saya punya Allah yang panjang sabar dan setia, kalau tidak saya pasti sudah dipites sejak entah kapan.
               Dan Tuhan memang Allah luar biasa yang bekerja dengan sejuta sekian cara. Cara-cara tertentu gagal mematahkan kekeras hati dan kepalaan saya, Ia tak kurang akal dan terus mencoba cara lain.  Pada akhirnya, belum lama ini, Ia mengijinkan saya mendengar kesaksian Pak Slamet. Hati saya benar-benar serasa diiris-iris oleh rasa kagum dan haru pada pria sederhana  ini, sekaligus jijik pada diri sendiri. Malam pada hari saya mendengar kisah Pak Slamet, saya membuat komitmen: sesulit apapun hidup saya, sepahit apapun luka yang sedang saya tanggung, saya tidak akan lagi mengeluh, apapun konsekuensinya. Dan memang sungguh berat konsekuensinya, terlebih mengingat mengeluh adalah doa favorit saya saat bersimpuh dengan berurai air mata di hadapan Allah. Tapi setiap kali lidah saya sudah akan mengajukan ratap dan keluh, tiap kali pula Allah mengingatkan saya pada Pak Slamet. Jadilah keluhan itu berputar 180%. Sayapun mengucap syukur, sekalipun hati saya berontak. Proses menyakitkan itu (terlebih waktu itu saya sedang berada dalam titik paling nadir dalam hidup saya) dengan teguh saya lakoni, sekuat apapun ego saya memberontak. Kadang-kadang, sambil  tersedu-sedu dalam tangisan yang nyaring di hadapan Tuhan, saya berkata, “Ya Allah, Kau tahu semua keluhan dan kepedihanku. Engkau yang menoreh, Engkau pula yang membebat. Jadi peduli amat, aku cuma mau mengucap syukur.” Lalu dengan tergagap-gagap, seringkali tidak ikhlas, ucapan syukur atas berbagai hal meluncur dari lidah saya.
                  Saya tidak menyadari sampai berapa lama saya menjalani proses yang ajaib tersebut, hingga kemudian tiba-tiba saya merasa bahwa segala hal di sekeliling saya membaik dengan sendirinya. Wajah saya jauh lebih cerah, berseri-seri, saya tidak pernah kekurangan apapun, dan orang-orang lama maupun baru terus berdatangan dalam hidup saya. Semuanya menunjukkan perhatian dalam ukuran yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Semakin saya menggembleng diri mengucap syukur, suasana hati saya menjadi kian baik. Kini saya bisa dibilang veteran dalam urusan mengucap syukur. Mata dan batin saya jadi jeli sekali untuk melihat berkat, sekecil apapun. Kalau ingat proses awalnya, terlebih saat saya mengucap syukur dengan tidak ikhlas, saya jadi geli sendiri.
                Mungkin ada di antara pembaca yang bertanya-tanya: apakah dengan demikian semua masalah jadi sirna? Jawab saya: Enak aja! (Hehehe….). Masalah saya tetap segambreng. Bahkan kadang-kadang saya merasa bagai magnet yang menarik semua masalah, hihihi… Tapi ada satu hal yang membedakan: sebelum saya mampu mengucap syukur, masalah seakan terus bertambah dan berputar-putar. Dan saya tidak merasa bahagia. Kini, seberat apapun problema yang saya tanggung, saya tetap bahagia dan hepi yayaya… Sukacita dari dalam itu membuat hidup saya jauh lebih mudah. Dan boleh percaya boleh tidak, jalan keluar bagi tiap masalah muncul satu demi satu, PADAHAL SAYA SAMA SEKALI TIDAK PERNAH MENGUSAHAKANNYA! Segala kekurangan saya ditutup satu demi satu oleh Kuasa yang tidak terlihat namun sungguh terasa. Semua rasa sedih sirna bahkan tanpa saya menyadarinya. Jika kadang-kadang saya menangis, maka saya menangis karena rasa haru dan syukur tak terhingga.
             Hidup jadi membaik begitu saja tanpa saya perlu bersusah-payah. Dan itu semua cuma gara-gara bersyukur saja. Begitu sederhana. Alangkah indahnya bila semua orang bisa menikmatinya. Tuhan memberkati Indonesia!







2 komentar:

  1. postingan ini harusnya diterjemahkan dalam 190 bahasa yang ada di dunia dan diterjemahkan dalam ratusan agama dan kepercayaan yang ada di seluruh dunia, biar semua orang menyadari pentingnya bersyukur dan dunia jadi tempat yang lebih baik. Hehehe. Pernah bermimpi berkarir di bidang motivasi, mbak?

    BalasHapus
  2. Emang di dunia ada 190 bahasa? Hehehe... Saya gak tau pernah bermimpi jadi motivator atau tidak, sebab saya orang yang pendiam dan pemal (bohong banget). Bahasa tutur saya buruk (ini benar). Talenta saya di bidang menulis. Jadi cara yang saat ini paling efektif untuk menyebarluaskan pesan-pesan saya yang anda sepakati adalah dengan serajin mungkin men-share link saya pada sebanyak-banyaknya orang, hehe... Memang sudah ada rencana untuk mengembangkan website ini secara serius dengan teman-teman saya yang kompeten di bidang ini. Hanya saja kami masih terkendala waktu. Doakan semua berjalan lancar ya, paling tidak dalam waktu tiga bulan ini.
    Makasih banget lho buat dukungannya. I love you full!!!

    BalasHapus