Kamis, 08 Desember 2011

Negeri Minahasa, Surga Bagi Kerukunan Umat Beragama

(Tiga perempat bagian tulisan ini telah dibajak secara mutlak tanpa ijin oleh Sdr. Michael Sendow dan dimuat di http://sosbud.kompasiana.com/2013/06/30/hidup-rukun-dan-pluralitas-agamanya-atau-manusianya-573290.html
Namun yang bersangkutan telah meminta maaf dan menghapus tulisan tersebut, sehingga dengan demikian masalah saya anggap selesai. Sekian dan terima kasih). 

Bumi Minahasa di Sulawesi Utara adalah kantong kekristenan. Dan saya belum pernah menemukan sekelompok manusia yang begitu penuh semangat dalam menegakkan ibadah seperti masyarakat Minahasa, setidaknya sebatas pengetahuan dan pengalaman saya. Kebiasaan mereka minum cap tikus adalah satu hal, namun rasa cinta dan hormat mereka pada agama dan simbol-simbolnya adalah hal lain. Tiap individu normalnya pergi beribadah 3 kali seminggu. Itu baru yang resmi dari pihak gereja. Belum yang digelar oleh individu, kantor, sekolah, dll. Mereka nampaknya gamang jika tidak mengalasi acara apapun dengan ibadah liturgis.
Saking mengurat akarnya agama dan segala aspeknya dalam diri rakyat Sulawesi Utara, bahkan binatang piaraanpun ikut beribadah! Sungguh! Saya saksi netral yang masih hidup. Waktu pertama kali melihat seekor anjing duduk tenang di gang antar deretan kursi, manis dan tak bergerak sedikitpun sepanjang puji-pujian, khotbah, dan rentetan acara lain di gereja, saya ternganga –benar-benar dalam arti sebenarnya: mulut terbuka, mata terbeliak, dan ekspresi bodoh selama setidaknya 3 menit. Dan saya makin tercengang-cengang, karena setelah celingukan kiri-kanan, saya dapati saya adalah satu-satunya manusia yang bereaksi demikian. Berarti bagi mereka, pemandangan anjing, kucing, atau bahkan mungkin sapi ikut beribadah adalah hal yang biasa, bukan? Ibadah natal digelar mulai tangal 1 November, dan perayaan paskah meriahnya melebihi pesta rakyat 17 Agustus di kota-kota dan kampung-kampung di pulau Jawa. Seorang penodong akan malu jika yang ditodongnya ternyata seorang pendeta. Demikianlah Minahasa, surganya orang Kristen.
Lalu bagaimana dengan umat beragama lain di sana? Tersisihkah? Jangan salah. Coba tengok kehidupan orang Budha atau Konghucu, yang jika sedang merayakan hari besar maka kemeriahannya akan membuat para turis menyangka bahwa semua orang Menado pasti beribadah di kelenteng. Atau umat muslim. Mereka, biarpun minoritas, tetap sangat eksis.
Inilah yang luar biasa di Minahasa: kebersamaan antar umat beragama bukan hanya semata kebanggaan mereka: Torang Samua Basudara (Kita Semua Bersaudara). Di Tomohon, sebuah kota kabupaten berhawa sejuk yang ‘Kristen banget’, landmark yang akan kita jumpai pertama kali adalah sebuah masjid di sebuah pesantren. Jika ada satu umat beragama hendak merayakan hari besar, maka 2-3 malam sebelumnya anda akan melhat pelita-pelita dinyalakan sepanjang jalan dan di depan rumah-rumah penduduk tak peduli apapun agama mereka. Inilah simbol nyata bahwa sukacita umat yang satu adalah sukacita umat yang lain. Malam menjelang lebaran, Manado serasa pecah dalam takbir. Dan yang berkeliling mengumandangkan takbir bukan hanya kaum muslim saja, melainkan orang-orang Kristen juga! Tak percaya? Buktikan saja sendiri, sekalian meramaikan pariwisata di sana.
Inilah pernyataan yang jelas penghargaan dari pihak mayoritas kepada kaum minoritas.
Dan jika anda seorang kristen punya teman muslim, lalu bertandang ke rumahnya sambil mengucap “Assalamualaikum”, jangan terlalu terkejut jika anda mendapat sambutan “Waallaikumsyalom”. Saat umat Kristiani merayakan hari besar, yang mana biasanya melibatkan pawai dari gereja-gereja, bukan pemandangan aneh jika dari deretan devile tersebut terselip kontingen muslim.
Ini baru segelintir contoh. Yang lain bejibun. Semua contoh kerukunan dan saling pengertian antar umat beragama ada di sana. Tapi yang paling spektakuler adalah sebuah masjid di Manado yang bersisian dengan depot penjual babi panggang dan aneka hidangan lain dari babi yang larisnya bukan main. Dan kalau anda pikir itu sudah cukup hebat, maka bacalah ini baik-baik: depot tersebut tetap buka bahkan pada bulan Ramadhan! Kalau hal serupa terjadi di belahan lain di Indonesia, kota Jakarta atau Solo, misalnya, bukan mustahil si pemilik depotlah yang dipanggang. Lalu bagaimana dengan para pengurus masjid atau jamaah yang beribadah di tengah kepungan rasa haus dan lapar sambil menghirup aroma sedap bakaran yang celakanya adalah hewan yang haram bagi mereka tersebut? Kalau anda bertanya mengapa mereka tidak mengangkat parang sambil menyeru-nyerukan nama Allah dengan muka beringas, maka niscaya anda akan mendapatkan jawaban kurang lebih seperti ini, “Semakin besar tantangannya, semakin kuat menahan goda, maka semakin besar pula pahalanya.” Sweeping warung-warung makan yang tetap buka pada jam puasa di bulan ramadhan adalah sesuatu yang tidak pernah terbersit dalam benak mereka, mungkin bahkan dalam lima ribu tahun kehidupan.
Inilah wujud bagaimana kaum minoritas menghormati dan membalas pengertian yang telah terlebih dahulu disuguhkan oleh kaum mayoritas.
Dan itulah manusia-manusia kecintaan Tuhan, manusia-manusia Sulawesi Utara. Insan-insan yang menghayati ke-Tuhanan bukan cuma dari kemasannya. Yang memaknai agama jauh lebih dalam dan besar daripada sekedar tata cara dan dogma. Yang tidak pernah menggunakan nama Tuhan untuk melegalisir naluri kebinatangan seseorang yang punya kecenderungan membantai hak asasi dan kehidupan orang lain yang punya pandangan dan cara hidup yang berbeda dengannya.
Indonesia butuh lebih banyak manusia-manusia seperti di Minahasa. Kita perlu menjadi manusia-manusia seperti mereka. Sebab manusia-manusia seperti inilah yang melestarikan negeri kita (Yuanita Maya, penulis lepas, ibu rumah tangga).



15 komentar:

  1. Halo Mbak, Ses, Jeung, Non, Nci Yuanita...hihihi...enaknya dipanggil apa yach? :p

    Saya baru main ke beranda-nya nich. Segar loh bacanya. Favorit saya sejauh ini adalah tentang Minahasa. hohohoho. Dirimu sudah pernah kesana kah? Jadi pengen kesana. hehehe. Saya suka sama pandangan kritis dirimu tapi dibalut dalam bahasa yang puitis menurut saya. hihihi. bacanya memang jadi butuh konsentrasi tinggi sih karena kelewatan satu kata aja, saya jadi bingung dan kudu membaca lagi kalimatnya. Saya suka! +1000!!!

    Budaya Minahasa kayaknya perlu banged ditularkan ke seantero Indonesia yah. Bener banged yang mbak bilang, kalau kejadian itu sampai terjadi di Indonesia belahan lain, bukan nggak mungkin pemilik depot yang dipanggang *saya sampai ngakak bacanya*. Saya rindu Indonesia yang toleransi agamanya kuat dan hidup berdampingan dalam mesra. Kalau pagi2 buka yahoo Indonesia, pasti deh kalau lagi ngebahas tentang agama, ujung-ujungnya hujat-hujatan dan ngata-ngatain nabi lawannya. hadeuh..... *tepok jidat* konyol tapi lama lama bikin cape. akhirnya saya tutup saja halaman tersebut biar otak yang sudah ruwet ga semakin diruwetkan kembali. hohoho. Moga-moga virus kedamaian Minahasa menular ke Mulia, Ambon, dan sejumlah daerah yang nggak bosen-bosen dilanda konflik akibat agama (dan sebab sebab lainnya).

    oh ya, saya follow ya blognya. bagus lho. dan makasih sudah datang berkunjung yaaa ^^

    BalasHapus
  2. Halo Mas Lomardasika (Atau Koh, Bung,Cak,Uda atau yang lain nih?).
    Betapa terkesiapnya saya dikasih komen, panjang lagi (hehe, ketahuan banget kalo berharap). Iya, saya pernah tinggal di sana sekitar 3 tahun. Segala yang indah adalah Minahasa. Negeri utopia pasti nggak bakal ada kalau Karl Marx pernah tinggal di sana. Sebab segala rumusannya yang imajinatif itu sudah ada di sana semua. Kasian deh Karl Marx..... Dasar manusia, dengan kondisi seperti itu masih ada juga manusia Minahasa yang mengeluh terus protes-protes nggak jelas, terutama yang melabeli diri aktifis, akademis, atau lain-lain yang kesannya pandai-pandai gitu, deh.
    Terus terang memang inilah poinnya: saya muak dengan para penggerutu, maka saya harus berbuat sesuatu. Tolong bagikan gagasan saya ke teman-teman lain, ya. Sebab seorang Yuanita Maya nggak akan pernah bisa berbuat dan berbagi apa-apa, kecuali dia dibantu jutaan orang Indonesia lainnya.
    Boleh dong kasih gagasan atau ide positif, supaya bisa saya jadikan artikel dengan seijin Mas Lomar.


    Tnx so much, ya.

    BalasHapus
  3. ....kecenderungan toleransi antar umat beragama di Pulau Celebes pernah saya rasakan ketika masih SMA dulu di tahun 1996 sampai lulus di tahun 1999 dan sempat bekerja 1 tahun dan akhirnya kembali ke tanah Jawa di tahun 2000 akhir. Benar2 mengesankan dan merasa diri menjadi satu bagian diantara mereka tanpa ada gap religius yang membuat saya semakin memahami dan menghargai hidup berdampingan.
    Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan berlaku demikian adanya, jumlah suku yang ditelusuri sepengetahuan saya hampir 200 sub etnis dengan bahasa yg BERBEDA entah itu dari Manado, Minahasa, Bolaang Mongondow, Toli2, Gorontalo, Palu, Poso, Luwuk, Kendari, Toraja, Makassar dengan koloni tiap suku kira2 1500 (entah sekarang...)bayangkan!!!... lebih banyak daripada Pulau Sumatera, Kalimantan, Papua. Tanpa melupakan garis keturunan masing2 suku (FAHAM) misalnya suku Batak.
    Memang benar2 Kitorang Samua Basudara, pelayanan terhadap sahabat baru yang dianggap BAIK diantara mereka perlakukan seakan2 saudara jauh yang lama tidak bersua (yg penting bisa beradaptasi diantara mereka...hihihi).
    Dan menurut saya, kemungkinan besar SULAWESI ialah berisi orang2 yg menjunjung tinggi kekeluargaan lebih tinggi lagi DIANTARA suku2 lain (walaupun saya orang Jawa, ra urusan....!! jika saya lebih nyaman dengan mereka, sak karepku...wkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwk)

    BalasHapus
  4. Adi Putranto: Hehehe... sama! Saya lebih bahagia berada di tengah mereka daripada suku saya sendiri. Apa karena saya sama cuwawakannya dengan mereka, ya? Hihihi... Suku Jawa, piiissss!!!!! Pokoknya kalau sudah pernah rasa tinggal di Manado, nggak ada deh wilayah yang lebih sedap, bersahabat, dan ceria riang ria. Bahkan anak sayapun punya pendapat sama, bergaul dengan mereka jauh lebih enak. Karena empati mereka sangat tinggi. Mereka sangat menjunjung tinggi sikap menghargai. Bravo Manado!!! (Jawayanganehdotcom).
    Btw, makase ne so datang singga pa tape blog.

    BalasHapus
  5. Mbak Yuanita...
    Ada satu lagi daerah yang mirip..yang letaknya masih di Indonesia..yaitu di Sipirok Tapanuli Selatan...saat saya kerukunan itu begitu terasa..semoga masih seperti itu saat ini..(saya udah lama tidak pulang kampung)..karena tayangan tayangan di televisi sekarang ini memberi banyak contoh yang tidak baik....

    BalasHapus
  6. Mbak Yuanita yang cantik....minta ijin share di facebook saya ya......oh ya...sampe lupa....saya asli dari minahasa...dan mengucapkan terimakasih yang sedalamnya sudah menulis cerita tentang Tanah Minahasa...
    Salam Dalam Kasih Tuhan...Semoga Semakin Di Berkati....

    BalasHapus
  7. Makase Bro Jimmy, belum-belum so bilang gaga pa kita:). Sebetulnya saya yang berterima kasih so suka share akang ta pe blog ini. Deng kita le berterima kasih lantaran selama tinggal di tanah Minahasa cuma tu bae-bae kita ada dapa. Minahasa so rupa kita pe tana aer kedua. Bahkan dalam banyak hal kita lebe senang tinggal di Minahasa daripada di kampung sendiri. Sekali lagi terima kase, ne, Tuhan memberkati.

    BalasHapus
  8. Ada lomba blog dengan tema budaya Minahasa, pasti tertarik ikut.. :)

    Tabea Tonaas, om2, kakak2, dan teman2 semua.

    (Mungkin klo mo pake proposal stou terkesan berbelit2 spt birokrasi yang rumit :D)

    Sesuai permintaan dan penyampaian kemarin dari Saya selaku perwakilan Yayasan Institut Seni Budaya Sulut. Pada saat ini sedang dalam tahap penyelesaian website Seni dan Budaya Sulut (senibudayakita.com).

    Dan untuk memperkenalkan Budaya kita kepada masyarakat luas lewat website Seni Budaya, maka akan menyelenggarakan lomba blog dan mengajak kerjasama serta partisipasi dengan komunitas seni budaya dan komunitas online Sulut. Berikut rincian susunan acara lomba sebagai berikut:

    Tema Lomba Blog Yayasan Institut Seni Budaya Sulut :

    'Mari Jo Jaga Torang Pe Budaya'

    Demi mo jaga deng iko melestarikan Seni Budaya yang ada di Sulawesi Utara. Yayasan Institut Seni Budaya Sulut bersama komunitas blogger dan komunitas Adat Seni Budaya Minahasa mo beking website Seni Budaya kong mo undang samua komunitas blog, pelajar dan masyarakat luas for iko Lomba Blog tentang Seni Budaya yang ada di Sulawesi Utara.

    Depe ketentuan sebagai berikut :
    - Tema : 'Mari Jo Jaga Torang Pe Budaya'
    - Terbuka Untuk Umum (Pelajar, Komunitas dan Masyarakat luas)
    - Platform blog dan jenis domain yang digunakan bebas. (domain TLD, wordpress, blogspot, blogsome, dll)
    - Setiap blog yang di ikutsertakan wajib mencantumkan banner lomba Seni Budaya Kita dan di link ke domain website www.senibudayakita.com
    - Jumlah posting pada blog yang di ikutsertakan terdapat minimal 10 postingan lain.
    - Artikel yang dilombakan menyangkut Seni dan Budaya Sulut (Sharing, Pengalaman, Himbauan, Informasi dan lainnya seputar Seni Budaya Sulawesi Utara)
    - Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia / Melayu Manado /Campuran Manado-Indonesia
    - Artikel bisa disertai foto/gambar tentang Seni Budaya Sulawesi Utara. (foto dan gambar milik sendiri)
    - Panjang artikel minimal 300 kata
    - Blog yang berbahasa Asing diperkenankan mengikuti lomba asalkan artikel yang dilombakan menggunakan bahasa Indonesia / Melayu Manado / Campuran Manado-Indonesia
    - 1 orang hanya berhak mengirimkan 1 artikel lomba (url blog yang dilombakan)
    - Tulisan belum pernah dipublikasikan (baik media Internet/online maupun di media konvensional/offline)
    - Tulisan tidak mengandung unsur SARA/Pornografi/Politik.
    - Keputusan Juri mutlak dan tidak dapat diganggu gugat
    - Dengan keikutsertaan, peserta dianggap telah menerima dan menyetujui seluruh persyaratan yang ditetapkan dalam ketentuan lomba ini.

    *Keikutsertaan Anda, adalah salah satu wujud kepedulian terhadap Seni Budaya Bangsa yang saat ini mendapat berbagai ancaman.

    Jadwal Lomba :
    - Periode pendafaran 1 Oktober s/d 25 November 2012
    - Periode Penilaian 25 November s/d 30 November
    - Pengumuman pemenang 1 Desember
    - Penyerahan hadiah 5 Desember

    Pendaftaran :
    Isi Formulir di web www.senibudayakita.com

    Informasi lebih lanjut
    - web senibudayakita.com
    - Twitter (@SeniBudayaKita)
    - Facebook www.facebook.com/senibudayakita

    BalasHapus
  9. Mbak Yunita, maaf kalau artikel Anda saya kombinasikan untuk lebih memperkenalkan Minahasa. Saya mohon maaf kalau tidak memberitahukan Anda sebelumnya karena tidak tahu email Anda. Tapi nama Anda dan Infosulut juga saya sertakan dalam tulisan tersebut.

    Salam hangat selalu,

    Cheers...

    BalasHapus
  10. Karena bagi saya Minahasa memang sudah mengajarkan kita banyak hal.... Minahasa sudah meniupkan kepada kita apa itu saling mengasihi walaupun berbeda agama. Karena itulah juga saya tertarik dengan tulisan Mbak Yunita (yang mungkin bukan asli Minahasa ya?) yang sangat mencintai Minahasa, dan begitu amat sangat memerhatikan Minahasa.

    Kerukunan umat beragama di sana memang sangat patut dicontohi. Memang kita tidak boleh juga meremehkan tempat-tempat lain, Semarang umpamanya yang juga bisa rukun walau ada banyak perbedaan di sana.

    Minahasa memang dapat dijadikan tempat untuk belajar, dan sudah mengajarkan kita banyak hal.

    Salam hormat,
    Cheers...

    BalasHapus
  11. Dan karena ada permintaan dari saudara Cynthia Kawilarang...maka saya akan menghapus tulisan tersebut. Cheers...

    BalasHapus
  12. Terima kasih atas tanggapannya, Sdr. Michael, terlebih mengimgat dalam link tersebut, komentar saya yang berisi keluhan anda hapus secepat kilat (demikian pula komen Sdr. Chyntia sebanyak 5 kali yang anda hapus secepat ybs merilisnya). Demikian tanggapan saya:
    1. Saya percaya bahwa anda adalah penulis yang telah berpengalaman. Dengan demikian, anda semestinya mengetahui perbedaan antara kutipan, kombinasi, pencantuman nara sumber, dll, serta plagiasi (artikel anda sudah terbilang plagiat mutlak, karena 3/4 isinya adalah tulisan saya). Sedangkan nama Yuanita Maya dan Majalah Info Sulut tiba-tiba anda cantumkan tanpa introduksi apapun, sehingga tidak mengindikasikan apapun. Bahkan jika YM dari InSul berperan sebagai nara sumberpun, maka rumus dan hukum pencantuman nara sumber sama sekali anda abaikan, sehingga nama YM dan majalah InSul sama sekali tak punya arti apa-apa di situ. Mengenai 'kombinasi' seperti anda dalihkan, kalau tak salah ingat, setelah introduksi anda menulis 'saya bawa anda ke Minahasa', dst, atau apa gitu, lupa. Ini jelas -dalam teknik menulis- mengindikasikan bahwa itu adalah pengalaman dan penangkapan ANDA SENDIRI dalam rentetan kejadian selanjutnya, yang sesungguhnya merupakan apa yang dialami, ditangkap, dan dipikirkan oleh YM dan sama sekali bukan oleh MS. Saya bisa menulis seharian mengenai rumus menulis ini-itu, jadi untuk menghemat tenaga dan tempat, saya sarankan anda memberi perhatian lebih di sini, setidaknya meluangkan sedikit waktu untuk mengetahui perbedaan antara kutipan, kombinasi, jiplakan, dll.
    2. Perkara ini telah saya dengungkan di beberapa forum Manado/Minahasa tempat saya diikutkan oleh para pembaca yang bersimpati dengan saya. Dan sayang, hanya satu orang yang berpendapat bahwa setidaknya anda punya itikad baik dengan mencantumkan nama YM dan InSul walaupun nggak jelas juntrungannya. Namun selebihnya, inilah apa yang saya tangkap dari mereka:

    BalasHapus
  13. a. Mereka mengecam keras tindakan dan atau perbuatan anda yang telah melanggar HAKI (2 orang member grup yang sebelumnya tak saya kenal meng-inbox dan minta nomer telpon saya, lalu mendesak saya untuk menggiring anda ke jalur hukum dan akan membantu saya dengan cara apapun. Tanpa mengurangi rasa terima kasih atas perhatian mereka, saya katakan bahwa itu terlalu lebay).
    b. Mereka sungguh merasa malu dengan tingkah-laku 'tuama satu itu' yang telah mencemarkan nama orang Minahasa. Dalam hal ini saya sedikit banyak telah mengenal kekurangan dan kejelekan orang Minahasa, sebaik saya mengena; kelebihan dan kebaikan orang Minahasa. Dan sportifitas adalah salah satu kebaikan yang sangat dijunjung tinggi oleh orang Minahasa. Dalam hal ini, saya, Yuanita Maya, secara pribadi sangat bisa merasakan kekecewaan dan rasa malu mereka, sekalipun saya sama sekali tidak berdarah Minahasa. Simpati saya untuk mereka yang telah anda kecewakan dan permalukan. Terlebih anda berkata bahwa anda ingin mengangkat Minahasa, yang dalam hal ini tentu saja gagal total, karena anda melakukannya dengan cara tercela yang justru telah mencemari karakter orang Minahasa (mengutip salah satu rekan grup via telpon,"Ngana (maksudnya YM) orang luar so angka tong pe bae, kong tuama satu ni dia justru bekeng besae pa tong pe nama. Tuangala, blablabla."
    c. Ada salah satu grup bernama SRM (Suara Rakyat Minahasa), dan komentator di posting saya mengenai hal ini menghendaki anda muncul di sana untuk klarifikasi, karena setahu mereka anda juga anggota grup di situ.
    c. Mereka sungguh tak habis pikir karena anda menerima sanjungan dari para pembaca anda dengan penuh semangat, sebesar semangat yang anda tampilkan dalam menghapus komentar keberatan kami.

    3. Dalam hal ini, dengan tulus saya terima permintaan maaf anda dan dengan demikian kasus selesai. Yang saya harapkan di kemudian hari anda tidak melakukan hal serupa, yang akan merugikan diri sendiri (dalam hal ini anda telah mencemarkan nama baik anda, apalagi torang sepakat kalau sebetulnya angko gaga deng imut, hahaha) dan orang lain (orang Minahasa). Saya sendiri -jujur- tidak rugi. Malah akhirnya diuntungkan oleh simpati yang bertubi-tubi dari para pembaca, teman-teman, dan anggota grup. Sungguh mengharukan apa yang mereka lakukan pada saya.
    4. Saya sangat menghargai kebesaran hati anda untuk meminta maaf, karena sesungguhnya ini bukan hal mudah untuk dilakukan. Saya percaya Tuhan akan memerhitungkan ini sebagai kebaikan dan anda akan menerima upahnya.
    5. Ya, saya sepakat ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari kebaikan orang Minahasa, yang juga telah saya rilis dalam beberapa artikel di blog ini. Saya juga sepakat bahwa daerah-daerah dan etnis-etnis lain juga punya banyak kebaikan untuk kita pelajari sebagai satu bangsa, Indonesia, yang akan saya rilis di tulisan-tulisan mendatang.
    6. Terima kasih karena telah memuji Semarang(tentu yang anda maksud orang-orangnya, bukan?), di mana kami semua hidup rukun walaupun banyak perbedaan.
    7. Terakhir, saya mengucapkan terima kasih karena anda telah memerhatikan keluh-kesah saya dan Sdr. Chyntia Kawilarang.
    8. Sebagai sesama penulis, saya sungguh-sungguh berharap kita berdua diberi hikmat, sehingga tulisan-tulisan kita menjadi berkat bukan hanya bagi diri sendiri, namun terlebih bagi orang lain, terutama bangsa Indonesia.

    Sekian dan terima kasih. Yehova memberkati!

    BalasHapus
  14. Saya sudah membacanya Yuanita :) Makasih yah....

    Cheers!

    BalasHapus
  15. sebagai anak bumi, saya bahagia membaca tentang Minahasa...

    BalasHapus