Rabu, 28 Desember 2011

'Apalah Arti Sebuah Nama'? Ah, Masa Iya?

Kabotan jeneng.
Pernah dengar? Kalau anda orang Jawa maka kemungkinan besar sudah. Kalau bukan dan atau belum, mari saya jelaskan: kabotan jeneng dalam terjemahan bebasnya adalah nama yang terlalu berat untuk disandang. Misalnya nama anda adalah Nabiel Handaru Wibisana, yang secara harafiah artinya: laki-laki cerdas mulia yang merupakan anugerah besar dan merupakan sosok pembela kebenaran dan keadilan. WOW. Jadi kalau anda punya nama ‘seberat’ ini dan ternyata perilaku anda jauh panggang dari api, maka wajarlah jika anda kemudian akan menerima banyak ejekan. “Kabotan jeneng. Nggak kuat mikul nama. Kalau jalan pasti sering jatuh.” Anda bisa menangkal ini dengan ruwatan a la Jawa. Atau minimal tangkisan, “Ah, nggak juga. Cuma kesandung-sandung. Paling banter jempol kakiku pada jepat.”
Nama bagi sebagian besar orang Indonesia adalah urusan sensi. Logika Shakespeare jelas tak masuk hitungan. Sebab bagi sebagian besar orang tua di Indonesia, nama bagi anak-anak mereka bukan hanya sekedar representasi kelas, namun juga mengandung harapan keluarga akan jadi apa si anak kelak. Contoh kasus menyedihkan sekaligus menggelikan mengenai nama adalah anak seorang tetangga kerabat saya di desa.
Alkisah, si pria tetangga tersebut adalah penggemar berat mantan anggota timnas sepakbola RI Ricky Yakobi, yang waktu kejadian ini sedang kondang-kondangnya. Maka kita bisa dengan mudah menebak apa yang dilakukan si pria tersebut ketika istrinya pada suatu hari melahirkan jabang bayi berjenis kelamin laki-laki. Malangnya, pria tersebut berasal dari keluarga yang dari generasi ke generasi hidup di bawah apa yang oleh pemerintah disebut garis kemiskinan. Maka menurut keawajaran orang Jawa ia mendapat terguran baik secara halus maupun terang-terangan dari kerabat dan handai taulan. Orang melarat kok aneh-aneh, aeng-aeng. Beri saja nama yang membumi, sebab burung yang tak punya sayap pastilah sering jatuh.
Namun tokoh kita ini, ayah si orok Ricky Yakob, tegar tengkuk. Dan boleh percaya boleh tidak, Ricky Yakob anak orang melarat tersebut tumbuh dengan duka nestapa silih berganti. Terguling dari kasur dengan kuantitas melebihi ambang batas, beberapa kali nyaris tercebur sumur, kesandung, benjol melebihi takaran, bisulan dengan kuantitas melebihi butir-butir pasir di laut, sakit-sakitan baik demam, diare, dll, tersiram kuah panas –sebutkan apa saja, niscaya si kecil Ricky nan malang telah mengalaminya. Tak urung ayah Ricky-pun mulai berpikir dan merenung, lalu sampai pada keputusan: menggelar selamatan untuk mengganti nama si anak. Ricky Yakob berganti menjadi Bejo Selamet (Beruntung dan Selamat) dan….voila!!!! Segala pilu lara yang senantiasa merundung pada tahun-tahun awal kehidupannya menguap begitu saja tanpa alasan logis.
Nama memang bukan hanya berurusan dengan keberuntungan dan keselamatan, namun juga perilaku serta amal sholeh seseorang. Jika anda orang Jawa punya nama indah dan mulia tapi berahlak rendah, itu bisa jadi karena anda sebagai pribadi tak kuat menyandang nama anda. Dengan demikian anda perlu melakukan perubahan besar-besaran dengan cara merombak total kelakukan anda. Atau kalau tak mau repot, ganti saja nama yang lebih sesuatu dengan derajat kelakuan anda sebagai mahluk fana.
Demikian sebaliknya, dalam kehidupan nyata banyak insan –tak peduli dari suku apa- setelah menyadari betapa luhur nama mereka, kemudian hidup sesuai dengan patron yang telah ditetapkan oleh namanya. Sebab nama adalah doa, demikian kata Lomar Dasika, seorang pecinta Indonesia pemilik blog Indahnesia yang mempesona. Dan Indonesia adalah negerinya nama indah. Di atas segalanya, dalam nama-nama indah tersebut ada doa orang tua atau siapapun yang menyematkan nama-nama tersebut bagi kita. Maka alangkah indahnya jika seseorang bernama Widya, misalnya, mengejewantahkan namanya dalam sosok yang berpengetahuan dan senantiasa ikhlas membagi pengetahuan tersebut pada sesama. Atau seseorang yang bernama Prasoja, benar-benar menjalani hidup sesuai namanya, yakni dengan menjadi sesseorang yang apa adanya. Seorang yang apa adanya tentu akan mensyukuri segala nikmat yang ia dapatkan dari Allah, dan dari itu ia tidak akan silau dengan godaan duniawi apapun, yang untuk meraihnya bisa saja menjerumuskan ia dalam perilaku korupsi, misalnya. Itu baru nama sederhana, padahal di Indonesia banyak sekali manusia penyandang nama para tokoh agama yang mereka anut. Muhammad, Wisnu, Henokh, Maria, Siti, dan lain-lain, bukankah nama yang umum kita dengar atau jangan-jangan malah kita sandang?
Tidakkah masing-masing dari kita yang beragama dan ber-Tuhan, bahkan menyandang nama-nama besar tersebut punya kewajiban moral untuk menjunjung kehormatan tokoh-tokoh yang telah meminjamkan kemuliaan nama mereka pada kita? Dan tidakkah siapapun yang mengemban keindahan nama-nama tersebut musti menegakkan kebenaran dan kemuliaan dalam nama-nama tersebut?
Marilah kita –jika anda sepakat dengan saya- merenungkan arti nama masing-masing, untuk selanjutnya kita wujudkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita bisa menjadi suluh bagi satu sama lain (Yuanita Maya, penulis lepas, ibu rumah tangga).




6 komentar:

  1. Wahai para pembaca yang baik hati dan tidak sombong, bisa minta tolong referensikan blog atau web site yang keren-keren, nggak? Ma'acih yaaaa......

    BalasHapus
  2. wuaduuuhhh....nama saya disebut-sebut....kyaaaa
    bayar royalti! #loooch

    Saya sih pernah denger jeung, soal keberatan nama itu. Tapi apa iya efeknya sampai sedemikian besarnya? Maksud saya, maaf- maaf saja, apa iya, si orang tua Ricky Yakob dan si Ricky Yakob nggak punya peluang untuk memperbaiki kehidupannya dan hidup jauh lebih baik? Bukan nggak mungkin khan? jalan hidup seseorang khan ditentukan sama yang di Atas dan usaha kita di dunia *cessss...ucapan yang menyejukkan hati* hihihihi

    Saya nggak bilang Bejo Selamet nggak bagus sich, buktinya itu artinya beruntung dan selamat. Namun, bapaknya Ricky Yakob ini pasti memiliki sedikit doa donk siapa tahu anaknya di masa yang akan datang akan menjadi seorang pemain sepak bola terkenal, jauh melebihi Ricky Yakob barangkali?

    soal nama yang harusnya mewakilkan perilaku kita, kayaknya udah ga bisa menjamin yah Jeung. Orang di dunia ini sudah terlalu banyak. Orang tua boleh menamai anaknya dengan nama apa saja, tergantung doa, ngefans, atau apa yang kira-kira dipikirkan terbaik untuk anak mereka kelak. Di masa yang akan datang, kita ga bisa yakin 100% bahwa anak tersebut akan besar dan berkembang sesuai dengan namanya. Amin sich kalau sesuai dan lebih baik lagi. Selama di jalan yang lurus, nggak usah yang aneh aneh sih nggak apa apa kali yaaa.... tapi kalau misalnya nggak sesuai yang diharapkan, yang mana menjadi amit-amit, ya semoga masih bisa dibimbing untuk kembali ke jalan yang bener : intinya nggak jahat sama orang ajah. itu aja sudah cukup :) hehehehe

    BalasHapus
  3. Pertama, nggak perlu bayar royalti karena ini adalah pertukaran adil bagi fanatisme Lomar terhadap blog ini:p. Kedua, hanya karena kau sangat kugemari karena fanatisme itu bukan berarti kau punya hak untuk tanya yang aneh-aneh dan susah dijawab. Capek deeehhhh....:D.
    Berhubung saya bukan 'manajer alam semesta' *teringat blog seseorang*, maka saya jawab sesuai pengalaman saja. Anak kedua saya bernama Sing Kinasih Wohing Ati (Yang Terkasih Buah Hati). Bertahun-tahun saya memikirkan nama itu jauh sebelum dia hadir, karena itu adalah nama yang sangat kadal, kalem tapi dalem. Begitu dalam tapi tidak berat.
    Dan boleh percaya boleh tidak, ia menjadi anak kesayangan keluarga besarnya baik dari pihak ibu maupun ayah. Posisinya tak tergeser meskipun kemudian lahir bayi baru di keluarga kami, yang mana biasanya anak yang lebih besar langsung tergeser oleh kehadiran si kecil. Seumur dia hidup saya hanya membelikannya baju satu kali, selebihnya ia dapat dari mana-mana, termasuk teman-teman saya. Dan sebagainya.
    Orang Jawa percaya bahwa hidup ini adalah alam kosmis dan kosmos, yang mana segala yang kosmis telah diatur oleh yang kosmos. Sutralah, itu terlalu abstrak. Ada yang lebih membumi yang lebih mudah untuk saya ikuti, yakni pepatah 'Apa yang kamu percaya itu yang kamu dapat'. Karena saya telah memikirkan nama tersebut jauh hari dan percaya ia akan mendapat segala kebaikan dari namanya, maka itulah yang ia dapat. Rejekinya mengikuti namanya.
    Btw, soal si Ricky Yacobi aka Bejo Slamet, menurut saya memang agak aneh. Mana ada orang Jawa seratus persen memakai nama fam atau marga dari Indonesia Timur? Mungkin itu menjawab pertanyaan kenapa hidupnya jadi aneh begitu, hehe....

    BalasHapus
  4. Manajer Alam Semesta? hmmm... koq saya jadi berasa deja vu...hahahaha

    siapa tahu, di masa yang akan datang, Ricky Yacob ini punya peruntungan dengan menjadi pemain bola yang memperkuat Persipura, Persena, atau Persab. #teuteup-dibahas

    yah, intinya, itu menjadi rahasia alam semesta deh... tapi istilah yang satu ini juga nggak usah dibakukan ya mbak...hahaha

    BalasHapus
  5. *Bersyukur karena ada yang merasa tersindir dengan urusan manajer ini*. Terus terang saya nggak tahu nasib si Ricky sekarang. Kamu memberi saya ide untuk melakukan investigasi terhadap Bejo Slamet Yakobi ini:D *lanjut membahas Ricky, haha*
    Eh saya serius lho soal komen di catatan perjalananmu yang terakhir. Yang urusan makanan itu lho.

    BalasHapus
  6. Renunga n yang mencerdaskan kawan. Berkunjung balik di blog sahabat

    BalasHapus