Senin, 26 Desember 2011

Para Rasul dan Nabi di Hotel Prodeo

Tante saya, Bu Tutuk, yang pernah tampil di artikel sebelumnya, bercerita bahwa seorang sepupunya –perempuan muslim yang tergolong sangat sholehah- pada suatu hari mengobrol dengannya dan berkata dengan nada malu: “Masak kebanyakan penjahat yang kita lihat di berita atau di penjara agamanya Islam. Isin tenan aku, mbakyu. Malu sekali. Masak yang jelek-jelek kok didominasi umat muslim.”
Bu Tutuk, Katholik fanatik, menangkis cepat, “Ya mesthi to, Jeng, namanya juga negara dengan mayoritas penduduk orang Islam terbesar di dunia. Ya wajar saja kalau penjahatnya mayoritas juga Islam.”
Rupa-rupanya sepupu Bu Tutuk tersebut belum pernah mendengar kisah pengalaman seorang pendeta Jawa yang ditugaskan di Indonesia bagian Timur. Setelah berkhotbah di rumah-rumah Tuhan, ia juga melakukan kunjungan  di rumah-rumah sakit, panti asuhan, dan tak ketinggalan penjara. Pulang dari tugas ia bersaksi di hadapan jemaah gerejanya sendiri di Pulau Jawa.
“Benar-benar luar biasa saudara-saudara kita di Indonesia bagian timur sana. Mereka begitu takut dan cinta akan Tuhan. Murid-murid Yesus ada di mana-mana. Saking cintanya, penjarapun dipenuhi oleh para rasul dan murid-muridNya. Ada Matius, Lukas, Yohanes, Markus, dan lain-lain. Ada Yeremia, Yehezkiel, Yesaya, Abraham. Sebutkan nabi dan rasul mana saja, pasti di penjara ada;”
Para jemaah tertawa. Tetapi saya percaya Tuhan tidak, karena Ia-lah yang pasti paling cepat menangkap ironinya.
Nama, kata Shakespeare, tak ada artinya. Well, whatever he said. Dan sekalipun pendapat Shakespeare benar –yang mana bagi saya tidak- nama, secara sederhana adalah identitas, sehingga kita tidak perlu memanggil semua orang dengan “Ssst,” atau, “Heh!”. Nama adalah semacam KTP yang terpampang jelas tanpa si empunya perlu membuka dompetnya. Kurang lebih sama dengan KTP Cirus Cinaga yang terpampang jelas di layar kaca setiap kali sebuah stasiun televisi menanyangkan berita tentangnya, di mana di situ terang-terangan tertulis dan terbaca jelas Agama: KRISTEN.
Di lain kesempatan seorang Al Amin menjadi anggota dewan dan makan uang suap yang tak tanggung-tanggung baik jumlah maupun haramnya. Betapa memilukan betapa para pembunuh yang mengatasnamakan Allah di Indonesia justru seringkali menyandang nama nabi besar mereka sendiri. Kasihan para rasul dan nabi, betapa kehormatan dan kemuliaan mereka yang mestinya dijaga sungguh-sungguh justru dicoreng secara sadar justru oleh umat mereka sendiri.
Nama, adalah penanda diri dan bagian dari tubuh kita. Dan jika tubuh ini adalah wujud kesempurnaan karya penciptaan Allah, maka siapakah kita hingga merasa punya hak untuk merusak kesempurnaan tersebut dengan solah tingkah yang mencoreng nama-Nya? Kalau saja kita semua sadar akan tanggung jawab yang kita emban di balik nama-nama yang kita punya, saya  percaya Indonesia akan menjadi negeri yang paling damai sejahtera, karena ada jutaan rasul dan nabi di Indonesia (Yuanita Maya, penulis lepas, ibu rumah tangga).






4 komentar:

  1. yaaaaa mesthi to jeng! :))

    iya, disini nama sudah tidak selalu berkorelasi positif dengan perbuatan. saya percaya di luar sana ada penjahat (atau penjahat yang belum didakwa) menyandang nama-nama suci seperti yang tercantum di kitab suci agama manapun. Padahal nama adalah doa ya jeung :D

    BalasHapus
  2. Betapa saya kagum pada sosok Lomar yang telah begitu setia menjadi penggemar saya SATU-SATUNYA:D. Saya sepakat bahwa nama adalah doa (kok nggak terpikir sebelumnya ya?), baik bagi si orangtua maupun penyandangnya (kalau dia menyadarinya). Komentar anda jadi memberi saya ide untuk posting berikutnya. Thanks yaa....
    Btw, jangan mau kalah sama si Paijo yang seratus persen Arab dan bisa melafazkan ya mesthiiii dengan sempurna. Datang ke Semarang, niscaya saya akan dengan gratis mengajarkannya, sekalian meramaikan pariwisata Semarang *berharap Pak Walikota membaca promosi murahan ini dan memberi penghargaan Woman of the Year*

    BalasHapus
  3. Ngarep juga deh Pak Walikota akan membaca ini dan saya diberikan tiket PP Jakarta - Semarang dengan Garuda Indonesia, first class, akomodasi Hotel Ciputra Simpang Lima, Presidential Suite, plus 5 orang asisten yang menemani saya selama berjalan-jalan di Semarang.....

    *dhueeer*

    *tiba tiba terbangun dari mimpi*

    BalasHapus
  4. *Ngakak di tengah malam buta gara-gara 'dhueeer' (teringat pada tradisi dhugdher)*

    BalasHapus