Senin, 02 April 2012

Mahasiswa? Mahasia-sia? Mahasial? Mahaksiat?


Buat kalian para mahasiswa yang berdemo mengatasnamakan kepentingan rakyat dan para pendukungnya, yang merasa perbuatan mereka benar, silakan baca ini baik-baik:
Kalian para mahasiswa membawa-bawa nama kami di jalan. Berteriak sana-sani mengatasnamakan kepentingan kami rakyat kecil, pegawai negeri rendahan, buruh, dan yang lain-lain. Alih-alih membela kami, kalian justru menghancurkan fasilitas umum yang dibangun dengan uang dan keringat kami. Tak jarang kalian bentrok dengan warga sekitar. WARGA = MASYARAKAT=RAKYAT. Yang lebih lucu lagi dari protes kalian adalah, kalian merusak kantor-kantor, pompa bensin, membakar mobil berplat merah yang juga dibeli dari uang rakyat, merusak restoran cepat saji, showroom mobil, mobil pengangkut minuman dan gas, dan tak jarang kalian menjarah isinya. Dan kalian lupa, satpam, office boy, CS, pelayan, sopir, dan pegawai kecil lainnya adalah kami RAKYAT yang KATANYA kalian bela. Tahukah wahai kalian yang MENGAKU MAHASISWA, kami sopir taksi tidak berani menarik penumpang karena takut terjebak di tengah keributan dan menjadi korban. Padahal keluarga kami butuh makan. Tahukah kalian kami OB dan pegawai rendahan terpaksa harus mengeluarkan ongkos lebih banyak hanya untuk menghindari daerah kerusuhan yang kalian ciptakan? Apakah kalian pernah berpikir kalian bukannya meringankan namun justru menambah beban kami? Bisakah kalian berdemo dengan cara yang lebih mulia??!! Belajarlah, kembali ke bangku kuliah kalian. Jadilah juara. Jadilah orang hebat yang kelak memimpin negara ini. Yang kelak jadi direktur. Manajer. Pengusaha hebat. Bukalah lapanngan pekerjaan buat kami. Majukanlah kehidupan kami rakyat miskin dengan cara yang lebih baik. Majukanlah bangsa ini dengan prestasi kalian. Jangan biarkan simpati kami berubah menjadi antipati. Jangan samakan arti mahasiswa dengan preman.

Sungguh, saya sangat berharap sayalah yang menuliskan semua kalimat di atas. Sayangnya bukan, dan saya tidak tahu siapa penulisnya. Ini adalah posting di sebuah grup yang saya ikuti, dengan pesan untuk menyebarluaskannya. Tentu saja himbauan tersebut langsung saya lakukan dengan gerakan a la PASGAT alias pasukan gerak cepat, soalnya saya memang sudah muak sama sekali dengan gerombolan anak-anak kasar, bebal namun sok pintar, yang pasti menganggap diri pahlawan itu. Jadi, dalam posting ini saya akan marah-marah. Tapi berhubung saya harus tetap jaim, maka saya usahakan adegan marah-marah ini tetap kelihatan cerdas dan elegan. Semoga. Baiklah, saya mulai marah (oh ya, sebelum mulai saya hendak menjelaskan bahwa posting ini ditujukan khusus bagi para mahasiswa yang bisanya cuma demo dan atau memakai cara-cara anarkis. Lain itu luput dari amarah saya:)). Oke, sekarang marah sungguhan:).

Membuka amarah ini saya hendak membicarakan dulu arti kata MAHA, yakni sangat. Yang paling. Maha kuasa, berarti sangat berkuasa, tak ada apapun yang mampu membatasinya. Maha cantik, berarti amat cantik, hingga ketika melihat orang yang begitu jantung kita jadi seakan berhenti berdetak sesaat (yang kira-kira bakal anda alami saat bertemu muka dengan saya. Cuih!:)). Begitulah MAHA, segala sesuatu yang sangat. Mahasiswa, mahanya siswa. Menempati posisi teratas dalam jenjang hirarki para siswa. Paling cerdas, paling mumpuni, paling elite. Maunya. Kalau sudah begini, paling sederhana harusnya jadi contoh. Kalau pengin yang lebih elegan lagi, mustinya memanfaatkan betul posisi mereka sebagai kaum elite. Sebab siapa bilang mahasiswa bukan kaum elite? Sebutan ‘mahasiswa’ itu sendiri sudah secara otomatis menempatkan mereka dalam kedudukan yang sangat terhormat. Kalau tidak percaya, perhatikan ekspresi ibu-ibu saat ngobrol dengan seseorang dan mengatakan bahwa anaknya yang ini atau itu “Sudah jadi mahasiswa.” Pasti ekspresinya bangga, meskipun biasanya susah payah disembunyikan, apalagi kalau mereka berasal dari kalangan menengah nyaris ke bawah. Belum terhitung bahwa tidak semua orang bisa jadi mahasiswa.

Mahasiswa jadi happening ketika gerakan mereka berhasil menggulingkan Pak Harto. Sontak mereka diangkat jadi pahlawan dan di mana-mana dielu-elukan (ELU! ELU! ELU! Hehehe…basi).  Dalam hal ini saya juga menaruh hormat sebesar-besarnya pada mereka. Mendapat respek dari seluruh jagad Indonesia, tak ayal mahasiswa jadi besar hati. Sayangnya mereka kebablasan, kemudian jadi besar kepala bukan buatan. Tepat seperti ungkapan Jawa ‘Ora kuat nyandhang kamulyan’, alias tidak kuat menyandang kemuliaan. Pujian dan pengormatan memang seringkali bisa jadi batu sandungan. Kesandung kalau segera bangkit tidak masalah. Tapi kalau kesandung, kemudian terjerembab dan malah ketiduran dalam posisi begitu, itu yang celaka. Dan itulah yang tepat sedang dialami mahasiswa-mahasiswa sekarang.

Begini, sukses dalam gerakan penggulingan Suharto, membuat mereka menganggap bahwa itu adalah cara yang paling jitu untuk mencapai dan atau mengungkapkan sesuatu. Jadi, apapun yang mereka hadapi, sejauh ini yang mereka lakukan hanyalah menggalang aksi massa, teriak-teriak, memaki-maki, menebar teror, menendang, merusak fasilitas umum, membakar ini-itu, dan melempar itu-ini termasuk telur busuk! Maka, kalian yang mengaku mahasiswa, dengarkan saya: apa kalian tidak cukup cerdas untuk mengerti bahwa membakar ban adalah kejahatan terhadap lingkungan? Apa kalian tidak cukup mampu untuk berpikir bahwa menutup jalanan adalah bentuk arogansi yang tiada terperi, sebab jalanan itu tidak dibangun hanya dengan uang nenek moyang kalian? Dan saat kalian memaki-maki wakil rakyat, dekan, presiden, menteri, atau siapapun yang berseberangan dengan kalian menggunakan kata-kata kasar, bahkan sampai main fisik, tidakkah kalian cukup bijak untuk berpikir bahwa BAGAIMANAPUN MEREKA ADALAH ORANG TUA???!!! Seburuk apapun (itupun jika benar mereka buruk) mereka TETAPLAH ORANG TUA!!! Tidakkah orang tua kalian sendiri mendidik kalian untuk MENGHORMATI ORANG TUA? Tidakkah orang tua kalian memberi pendidikan dan aturan mengungkapkan perbedaan pendapat pada orang umurnya jauh di atas kalian? (Saya jadi ingat ancaman saya pada si sulung, Nabiel Handaru Wibisana, ketika suatu hari kami berdiskusi soal kelakuan mahasiswa. Saya bilang pada dia, “Pada detik kamu bertingkah seperti binatang liar rupa mereka, kamu boleh menganggap Mamak sebagai masa lalu. Sebab Mamak tidak susah payah membesarkan kamu untuk mempermalukan Mamak dengan cara seperti itu. Mengerti??!!”, kata saya sedikit menggeram sambil melotot untuk menambah kesan garang, tapi tidak begitu berhasil karena mata saya sipit. Itu sebabnya ia hanya menjawab santai, “Siapa coba yang mau jadi gila kaya gitu? Mending nemenin Adek mainan atau mewarnai gambar.”).

Nah, saya lanjutkan marahnya.
Buat kalian mahasiswa yang untuk urusan apapun (kenaikan harga BBM, penolakan calon rektor baru, kenaikan SPP, sebutkan apa saja) BISANYA CUMA DEMO, lalu memaksa-maksa orang lain ikut-ikutan dan ketika mereka menolak kalian jadi marah lantas bertindak brutal, saya katakan: begitu itu yang ngakunya jadi garda depan demokrasi? Serendah apa cara berpikir kalian sehingga tidak mengerti bahwa BERKATA TIDAK ADALAH BAGIAN DARI DEMOKRASI? Dan apa saja yang kalian dapatkan dari bangku kuliah ketika kalian berdemo dengan bekal senjata tajam, bom molotov, dan bahkan air keras, bahkan kemudian menggunakannya untuk melukai orang lain? Apakah kalian semua masuk JURUSAN PEMBENTUKAN KARAKTER PREMAN MURAHAN di UNIVERSITAS PECUNDANG BUKAN KEPALANG? Lalu ketika polisi dan aparat keamanan lain bertindak keras demi mengantisipasi kebrutalan kalian, kalian langsung teriak-teriak seakan-akan kalian adalah korban kezaliman, mengadu pada media massa yang langsung mengerubut dengan rakus karena mereka butuh berita begituan untuk dapat iklan. Kenapa tidak sekalian saja bilang: “Awas, ya, aku bilangin bapakku!” sambil nangis dan ngumpet di balik ketiak ibu??!! Saya bertanya: apa kalian berani begitu jika maju seorang diri? Karena anarkisme yang dilakukan secara gerombolan bagi saya adalah jauh lebih buruk ketimbang banci. Kalian jauh lebih buruk ketimbang banci kaleng, mental kalian betul-betul rombeng! Kemudian dengan bangga kalian bilang bahwa kalian adalah AGENT OF CHANGE. Dengan muak saya bertanya: perubahan dari mana? Perubahan dari tempat pembuangan limbah rumah tangga?

Apa yang kalian anggap salah kalian paksakan sebagai kesalahan mutlak, dan yang lain tak boleh menolak. Dan apa yang kalian benar kalian paksakan sebagai sesuatu yang harus diamini oleh orang banyak. Saya curiga kalian semua tidak jauh beda dengan Hommer Simpson yang cuma punya sarang laba-laba di dalam kepalanya. Karena kalau kepala kalian tidak hanya berisi sarang laba-laba, maka kalian pasti mengerti bahwa INILAH INDONESIA!!! Indonesia adalah negara plural yang punya sejuta keragaman jauh sebelum perang Bubat, dan di antaranya adalah perbedaan pendapat!. Kalian begitu menggelikan, karena sampai sejauh ini kalian tidak tahu arti kata ‘kebebasan’. Hei anak-anak ingusan bau kencur yang menganggap diri cerdas dan hebat, saya katakan sekarang pada kalian: kebebasan bukanlah hak dan kesempatan untuk berbuat semau-maunya! Tidak ada yang namanya kebebasan, jika itu kita lakukan sambil merugikan orang lain di saat bersamaan. Merugikan orang lain adalah kebodohan, dan kebebasan macam apa yang kalian maksudkan saat kalian masih terkungkung dalam kebodohan? Kalian benar-benar bagai katak yang terkurung dalam tempurung kedunguan. Dulu saya, dan banyak orang lainnya, bangga pada kalian. Sekarang banyak dari kami yang berpendapat bahwa kalian benar-benar memuakkan. Kalian sama memualkannya dengan media massa yang ketika jaman reformasi dianggap sebagai corong suara rakyat yang adil, tapi sekarang tak lebih dari alat kapitalisme yang kerdil. Mungkin kalian bukan alat kapitalisme, tapi kalian adalah alat dari ego kalian masing-masing. Siapa yang bisa bilang bahwa aksi kalian benar-benar murni, dan bukannya katarsis dari sifat megalomania pecinta kekerasan? Kalian tahu bahwa kalian akan diolok-olok jika setua ini masih berani tawuran, jadi kalian bersembunyi di balik demo anarkis urakan yang mengatasnamakan rakyat sebagai penyaluran hasrat brutal kalian. Saran saya,  kalian mahasiswa dan media massa yang distorsif mata duitan dan tak tau malu itu berkolaborasi, kemudian membentuk suatu kumpulan pecundang dengan nama ‘WE SUCK’.

Saya curiga bahwa telah putus semua urat malu yang kalian miliki. Karena kalau masih ada, pasti kalian tidak akan akan punya muka menyandang label mahasiswa. Sebab semua arogansi kalian adalah kesia-siaan, sehingga lebih tepat kalian menyebut diri mahasia-sia. Semua kebebalan kalian membawa sial bagi orang banyak, sehingga lebih tepat kalian menyebut diri mahasial. Dan semua makian, kata-kata kotor, dan segala macam bentuk kekerasan yang telah kalian lakukan tak lebih baik daripada kemaksiatan, sehingga lebih baik kalian menyebut diri mahaksiat a.k.a maha maksiat. Atau, kalian boleh ganti nama apapun sesuka kalian, sebab ini kan negara demokrasi. Apapun asal bukan mahasiswa.

Baiklah, kemarahan ini saya hentikan sampai di sini karena keterbatasan tempat. Tapi jangan sedih, hari Kamis nanti saya teruskan lagi marah-marahnya. Dan dengan pilu saya tidak bisa memberi salam berkat seperti yang biasa saya lakukan. Masak murka sambil bawa-bawa Tuhan? Sekian!



8 komentar:

  1. jelas mahasiswa pendemo yang anarkis tidak mengerti arti berdemo untuk apa...mereka hanya ingin bolos kuliah, kasihan orang tua mereka ! mereka juga tidak akan punya masa depan yang jelas. sebaiknya mereka segera mendaftar di fpi atau fbr atau jadi premanlah. kalo berhasil sekolahpun tidak lebih mereka jadi koruptor yang ujungnya ditangkep KPK.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahai anonim yang baik hati (padahal belum tentu, hihihi....).
      Iya, saya juga dengar selentingan begitu, bahwa banyak dari mereka yang demo cuma karena pengin bolos kuliah. Yang lebih parah, pengin berbuat ricuh tanpa ada yang berani menangkap. Kemudian mencaci-maki orang lain tanpa ada yang berani menegur. Ya iyalah, kalau ada apa-apa sedikit mereka langsung ngadu pada media. Lalu media sontak melansir berita yang berlebihan dan berat sebelah. Nggak peduli siapa benar siapa salah, yang penting iklan masuk melimpah (eh, ada persamaan bunyi di sini:)).
      Saya sebagai ibu juga merasa amat kasihan pada orang tua mereka, karena bisa jadi mereka tidak tahu apa yang dilakukan oleh anak-anak mereka di luaran. Betapa anak-anak dungu tersebut telah melempar kotoran ke wajah orang tua mereka! Kalau mereka anak-anak saya, sudah pasti akan saya sumpahin sebagai anak durhaka. Simpati saya yang sebesar-besarnya bagi para orang tua yang malang tersebut. Nah, Anonim, lain kali anda bertemu mahasiswa yang begitu, tolong sarankan pada mereka untuk membaca tulisan ini, ya (ujung-ujungnya iklan). Terima kasih, Tuhan memberkati.

      Hapus
  2. Saya termasuk orang yang rajin memantau acara televisi, surat kabar, twitter, facebook pada saat penghujung Maret 2012 kemarin. Yup, Indonesia sudah kayak mau perang. Perang antara negara melawan mahasiswa.

    sama koq mbak, saya langsung yang paling berapi-api ketika mendapatkan postingan tersebut. dengan sekejab saya langsung merutuki mahasiswa yang berbuat onar tersebut. Hahaha. Yah, saya sih bukan tanpa alasan jelas sampai hati untuk merutuki mereka. Alasannya cukup jelas :

    1. aksi vandalisme yang mereka lakukan. ngedemo koq sambil mukul2 lampu lalu lintas. apa salahnya tu lampu lalu lintas? Alhasil, sejumlah lampu lalin rusak dihajar massa yang beringas
    2. ada yang mensuplai ban bekas untuk dibakar. Lihat dech, ini kejahatan terencana. Apa hubungannya sih bakar ban sama demo kalian?
    3. Semua orang punya rencana dalam hidupnya. Jujur, peristiwa akhir maret kemaren banyak memberikan andil pada jalan atau tidaknya rencana-rencana yang banyak orang telah persiapkan. Nggak masalah sih kalau yang remeh temeh, tapi kalau yang berat, bagaimana? misalnya, orang mau nikah? orang mau ngurusin sesuatu? semuanya tertahan BERKAT adanya demo mahasiswa yang ujung-ujungnya berkembang jadi anarkis tersebut.
    4. Bom Molotov. sudah nggak perlu dijelaskan lagi.
    5. Sejumlah oknum pemerintah mungkin nggak punya otak, saya akui itu. Mereka masih aja menzolimi negara ini hanya untuk kepentingan perut mereka sendiri. Namun demikian, niat mereka untuk menaikkan harga BBm bukanlah sesuatu yang dilakukan tanpa dasar apapun. Mereka mungkin telah mengadakan riset, jauh sebelum mahasiswa tersebut mempersiapkan demo untuk menentang rencana kenaikan tersebut. Saya setuju banget sama Mbak May, apabila mereka sampai berhasil menahan laju kenaikan harga BBM, apa mereka nggak jadi besar kepala nantinya? Nanti, setiap ada rencana apapun yang dibuat oleh pemerintah dan ngga disukai mereka, mereka dengan mudahnya saja menggalang kekuatan massa untuk membatalkan rencana tersebut. HEY MAHASISWA! negara ini dipimpin oleh Pemerintah, bukan Mahasiswa. Sebebal dan sebodoh apapun pemimpinnya, ada cara yang lebih baik untuk menyampaikan keberatan
    6. Masalah pelanggaran HAM. Polisi sudah tidak berani untuk bertindak terlalu jauh. Kalau terjadi apa apa sama si mahasiswa, nanti LSM dan LBH akan berseru-seru berteriak bahwa telah terjadi pelanggaran HAM. Namun, kalau polisinya nggak bertindak lebih jauh, apa iya itu massa (yang konon namanya) mahasiswa nggak semakin beringas? dalam hal ini, saya sangat setuju untuk penggunaan gas atau bahkan chloroform untuk memingsankan sekian massa biar ga jadi beringas. setuju lagi sama Mbak May, saya rasa mereka nggak akan berani kalau cuma sendirian. cuma solidaritas semua. EH, menghancurkan lampu lalin dan pos polisi juga melanggar HAM loh. Polisi juga manusia, punya hak untuk mendapatkan pos tempat bekerja. masyarakat juga punya hak untuk mendapatkan lampu lalin yang benar dan tidak rusak. ya nggak sih?
    7. rupa mereka nggak jauh dari anak SMU kelewat besar yang baru saja masuk Universitas. Kesimpulan saya akan korban luka-luka di Salemba, koq mahasiswanya usianya lanjut semua yach? Kemana mahasiswa yang usianya 20an awal? Apa iya, yang biang rusuh itu mahasiswa nasakom yang nggak lulus-lulus? Dalam video di Flyover Makassar, sejumlah anak kecil sekitar usia SMP pun ikut-ikutan melemparkan batu ke arah polisi. Ya Tuhan, apa iya bangsa ini adalah bangsa yang mencintai anarkisme? Semua tampak adem ayem dan tenang, namun begitu ada kesempatan, sifat brutal yang ada dalam diri kita siap untuk dilepas liarkan.... mengerikan.

    timeline facebook dan twitter saya kala itu dipenuhi makin dan cacian kepada mereka yang mengaku bernama mahasiswa itu. namun sayangnya, ada pula orang yang cukup dewasa yang masih membela apa yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut. Mungkin mereka memang setuju, atau mereka memiliki agenda lain yang bisa menyusup ke dalam aksi mahasiswa tersebut.

    BalasHapus
  3. Nasakom? Istilah tersebut kok rasanya begitu samar dan jauh... Oh, ternyata karena umur saya yang sudah menginjak empat puluh:). Saya memang selalu curiga dengan niat mereka mengadakan demo. Alasan membela kepentingan rakyat bagi saya terlalu dibuat-buat, karena kebanyakan apa yang mereka perbuat dalam kehidupan sehari-hari jauhlah panggang dari api. Saya berencana mengupas hal ini dalam posting mendatang (tentu saja masih dengan marah-marah:)).
    Dan ya, saya juga menghadapi beberapa orang seumuran saya yang mendukung habis apapun yang diperbuat gerombolan bar-bar tersebut. Malah ujung-ujungnya saya dituduh pro pemerintah dan dicurigai bakal melabeli mereka dengan antek PKI. Lho???!!! Ada yang berkata bahwa sebaiknya saya menjauhi isu anarkisme. Lhah, wong memang anarkis kok tidak boleh disebut anarkis. Lalu ketika saya mengatakan bahwa negara dan rakyat dirugikan, ada yang berkata bahwa tidak ada data yang valid. Ya mesthiiii...!!! Mana ada media massa atau lembaga yang mau mencatat yang beginian. Giliran mahasiswa kecolek dikit aja langsung pada heboh. Padahal vasilitas umum dan aparat yang kena lemparan batu dan sebagainya sudah lebih dari cukup untuk dibilang sebagai kerugian negara dan rakyat. Saya bilang, apa harus nunggu ada aparat dan rakyat yang MATI baru boleh disebut data yang valid?
    Memang saya menghargai perbedaan pendapat, tapi bukan berarti kita boleh menutup mata terhadap hal-hal buruk yang telah ditebar dan atau diakibatkan oleh gerakan mahasiswa nggak jelas juntrungannya tersebut. Tuh, kan, saya emosi lagi, padahal sebelumnya saya sudah sempat 'wooooshaaaaa.....':). Baiklah, saya tunda dulu saja marahnya, baru hari Kamis nanti saya ungkapkan lagi:). Terima kasih Lomie, dan saya masih belum merasa pantas memberi salam Tuhan memberkati (eh, kok terlanjur ditulis, ya?:)).

    BalasHapus
  4. Mahasiswa - Kaum Intelektual ; Lebih menonjolkan pemikiran daripada tindakan.

    tapi itu dulu, sekarang? yah. liat saja kenyataanya. Mereka semua begitu karena dari semenjak mereka duduk di bangku SD, SMP, dan SMA tidak tahu apa itu artinya pendidikan moral. Saya masih inget waktu dulu SMP, mau ngomong kotor aja harus liat kanan kiri dulu. tapi sekarang? Anak TK pun sudah berani menghina orang lain dengan sebutan binatang.

    Bangsa ini sudah mulai membusuk dari akar. Yang tua mempersulit birokrasi dengan tindak KKN mereka, yang muda cuma paham arti bersenang" tanpa melihat masa depan mereka sendiri. Jadi serba salah saya apa benar reformasi yang merubah negara kita jadi lebih demokratis, justru menjadi cikal bakal hancurnya moral bangsa ini dengan embel" kebebasan berpendapat dan berekspresi?

    Kadang saya tertarik untuk melirik cara kerja bangsa Asia timur, etos kerja rakyat mereka yang begitu tinggi didukung oleh pemerintah dan birokrasi yang konservatif. Tidak salah bahkan orang pinggiran sekalipun sudah paham betul arti kata teknologi, beda dengan orang" di daerah pinggiran kita yang sama sekali buta dengan pendidikan, bahkan sampai jalan menuju sekolah pun mereka harus mempetaruhkan nyawa.

    Indonesia tidak butuh generasi muda yg seperti ini, Tapi indonesia butuh satu orang sebagai pemimpin yang sanggup merombak total seluruh aspek yang salah di negeri ini. Contohlah Singapura dan Korea Selatan, dalam rentan kurang dari setengah abad, negeri mereka yang punya sedikit kekayaan alam kini sanggup menjadi salah satu negara dengan pendapatan kapita terbesar di dunia. Apa indonesia mampu? dikarunia negeri yang begitu kaya, bukanlah hal yang mustahil bila suatu saat Indonesia bisa melampau kedua negara di atas.

    The only question is : When, and how we did it?

    BalasHapus
  5. Anonymous yang baik, the answers for your questions are verry simple: right now and just give the best for our motherland. Dengan cara apa dengan cara apa saja yang kita bisa. Masing-masing manusia diberi talenta oleh Tuhan. Itu yang musti kita kembangkan, bagi diri sendiri, orang-ornag di sekitar kita, dan bagi bangsa serta negara. Sederhananya, kita bisa bertanya pada diri sendiri: apa sih yang bisa kuberikan untuk negeriku? Hal-hal baik apa yang bisa kutularkan pada orang lain? Lebih sederhana lagi adalah mengoreksi diri sendiri, bertanya-tanya dalam hal apa kita sudah membuat negeri ini makin kacau. Misalnya, nerobos lalu lintas, buang sampah sembarangan, nyuap aparat, kongkalikong sama petugas pajak. Yah, hal-hal macam gitu, deh. Berikan yan baik sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Kurangi yang jelek-jelek itu sedikit demi sedikit pula, lama-lama 'gunungan sampah moral' di negeri ini juga makin berkurang. Itu menurut saya,semoga anda sepakat:). Terima kasih komentarnya, ya, Tuhan memberkati!

    BalasHapus
  6. Menurut saya alasan utama mahasiswa berdemo sebenarnya adalah untuk memenuhi permintaan sponsor. Selain itu sebagai ajang mejeng, aktualisasi diri, pacaran, menghindar dari tugas dikampus atau dirumah, sekalian tepe-tepe (tebar pesona).

    BalasHapus
  7. Saya pikir dulu cuma saya yang berpikir begitu. Itupun saya merasa pikiran tersebut sangat jahat. Eh, trnyata saya banyak teman:).patut disayangkan bahwa gerakan mahaksiat tersebut justru jadi kontradiksi dan mencemari kemurnian mereka (itupun kalau ada).semoga mereka membaca tulisan ini dan jadi sadar dibuatnya. Terima kasih dukungannya anonymous, Tuhan memberkati.

    R

    BalasHapus