Senin, 16 April 2012

Betapa Indahnya Galau Ini

Tak disangka tak dinyana, posting terakhir membuat message ke inbox saya membludag. Benar dugaan saya, bahwa banyak sekali anggota gerakan laten The Indonesian Galauers:). Yang membuat saya senang, ternyata rata-rata The Indonesian Galauers memetik hikmah dari tulisan saya terakhir tersebut *kepala membesar*. Sebelumnya saya sudah menyiapkan posting ini, namun dengan perkembangan terakhir, saya merasa perlu menambahkan satu dua hal berkaitan dengan reaksi The Indonesian Galauers. Inilah artikel yang sudah saya siapkan sebelumnya:

Jika anda setia dengan blog saya (semoga), maka anda akan mengerti bahwa saya bukan orang yang romantis, meskipun dulu saya hobi gonta-ganti pacar (yang sesungguhnya merupakan dampak dari inner dan outter beauty:)). Sekian belas atau puluh kali jatuh cinta (yang biasanya membara dan hanya seumur jagung), yang paling saya suka dari perasaan ini adalah saya merasa romantis. Namun sayangnya, ternyata itu hanya perasaan saya saja. Karena tak terhitung berapa kali saya mencoba melakukan hal-hal unyu yang biasanya dilakukan cewek-cewek yang sedang jatuh cinta, ternyata semua usaha tersebut kandas di rerumputan. Sekian kali pula saya mencoba bikin puisi, ternyata hasilnya picisan sekali. Saya sendiri ketika membaca ulang sampai bergidik dibuatnya. Walhasil semuanya berakhir menjadi serpihan abu, karena saya tak ingin meninggalkan jejak sehingga orang tahu bahwa ada titik di mana saya pernah menjadi orang yang sangat norak. Namun sebaliknya (saya juga tak tahu kenapa), saya kemudian menyadari bahwa dalam keadaan galau ternyata saya menjadi produktif sekali dalam urusan imajinasi. Saya selalu kesulitan membuat cerita fiksi, misalnya cerita pendek. Jauh lebih mudah bagi saya membuat tulisan atau artikel ilmiah, karena yang perlu saya lakukan hanyalah mengolah data kemudian menambahkan sedikit bumbu penyedap di sana-sini. Nah, di saat galau itulah (biasanya karena putus cinta, entah didepak atau mendepak) fantasi saya jadi berkembang liar ke mana-mana. Hasilnya, kebanyakan cerita fiksi yang saya buat selalu berakhir tragis atau setidaknya tidak bahagia:). Tapi sudahlah, meskipun ini berisiko membuat saya mendapat predikat 'Miss Pait', setidaknya saya mampu membuat cerita fiksi, yang dalam keadaan normal kemungkinan keberhasilannya nyaris nol persen. 

Tanpa mau berpanjang-panjang, galau jika dikelola dan diresapi dengan baik ternyata bisa menjadi sesuatu yang indah. Kegalauan yang memuncak -setidaknya bagi saya pribadi- bisa membuka tabir yang selama ini menjadi sekat tebal antara logika dan perasaan saya. Dan ketika saya menggunakan perasaan secara maksimal, hasil yang saya dapat adalah keindahan semata. Di bawah ini lagi-lagi puisi yang saya buat dalam masa galau yang sama dengan puisi yang lalu (tidak terpaut lama, hanya sehari. Dan jeda sehari tersebut membuat perbedaan yang terbentang jauh bagai bumi dan langit. Baru kemarin saya berkeluh-kesah segala macam, bahkan separuh 'mengancam' Tuhan, esoknya saya sudah memuja-muji-Nya sedemikian rupa. Jadi nyata bukan, betapa saya tidak punya pendirian?:). Maka sidang pembaca, silakan menikmati galau nan indah a la Yuanita Maya.


Pujian dan Kebahagiaan Saat Derita Membuatku Runtuh

Tanpa seutas benak maka kutak kan mampu menggantung sehelaipun kapas yang rapuh.
Namun pada perintah-Mu jagad raya begitu patuh.
Hanya dengan seruan Kau gantungkan matahari tanpa pernah sekalipun jatuh.
Sekuat apapun kutiup napas kubahkan tak sanggup membuat setitik abu.
Namun hanya dengan hembusan napas Kau hidupkan manusia dari sebutir debu.
Yang terbaik yang dapat kulakukan hanyalah menguntai manik-manik menjadi sebuah gelang,
namun betapa semaraknya angkasa Kau hias dengan rangkaian bintang.

Maka siapakah aku ini, ya, Tuhan,
hingga sengsara ini kepadaku Kau timpakan?
Sebab Kau murnikan manusia yang kepadanya Kau berkenan dalam dapur kesengsaraan.

Siapakah aku, ya, Allah, 
hingga kepada wajahku Kau ijinkan seteruku meludah?
Sebab dalam kancah penghinaanlah Kau buat anak-Mu menjadi indah.

Dan siapakah aku yang Kau buat layak, 
hingga Kau berkenan memanggilku anak,
sedangkan tak terhitung berapa kali kumemberontak?

Begitu rindu-Mu kubertobat hingga Kau dera dalam sesah,
dan tak kan Kau berhenti hingga kumenyerah.

Maka kini kuberlutut,
memohon ampun agar penghukuman terluput,
sebab Englaulah penguasa hidup dan maut.

Dan apakah yang bisa kulantunkan selain pujian terima kasih?
Sebab begitu besar cinta-Mu hingga kepadaku Kau berkenan memilih.
Cinta-Mulah satu-satunya alasan hingga kutak tersisih.

Terpujilah namamu, ya, Allah,
yang berkenan mendidikku tanpa kenal lelah.
Pada-Mulah pujian tertinggi, wahai Yang Maha Ilahi,
karena berkenan menyesahku tiada henti.

Kaulah Guru terbaik,
karena menghajarku dengan keras sekaligus lembut detik demi detik.



Dan setelah mendapat reaksi publik (seakan-akan blog saya sudah dikunjungi jutaan orang saja:)) yang hampir seratus persen positif, inilah yang hendak tambahkan: galau jika dikelola dengan sehat tak hanya akan menghasilkan sesuatu yang indah, namun lebih dari itu, ternyata sanggup menjadi berkat bagi orang lain. Bagi mereka yang juga tengah dilanda kegalauan, yang merasa tak sanggup lagi berpikir apalagi merasa, yang merasa tak sanggup lagi melakukan apa-apa. Keindahan yang terbit dari puncak kegalauan saya lahir sebagai puisi yang mengharumkan nama-Nya, yang kemudian menyukakan-Nya, sehingga dengan demikian kepadanya Ia mencurahkan berkat, dan mampu menjadi berkat bagi banyak orang. Terpujilah Tuhan, yang membuat kegalauan saya berguna bagi banyak orang. Pembaca yang saya kasihi, saya tidak tahu apa yang membuat anda galau saat ini. Mungkin hutang ratusan atau milyaran rupiah yang benar-benar mencekik leher anda, mungkin anak-anak yang telah anda besarkan dengan susah-payah dan segenap cinta justru membuat anda kecewa dengan kenakalan dan pemberontakan mereka, mungkin fitnah dari rekan kerja atau bahkan keluarga, mungkin juga suami atau istri meninggalkan anda seakan-akan anda sampah semata, atau apa saja. Tidak ada yang tahu seberapa berat beban yang anda pikul, kecuali anda sendiri. Tapi  di sini ijinkan saya mengatakan sesuatu, bahwa ternyata ada satu Sosok yang mengerti betapa beratnya beban yang saat ini musti anda tanggung, yakni Ia yang menciptakan anda. Yang bahkan bisa mengetahui berapa helai rambut anda yang jatuh hari ini, atau hari-hari yang telah lalu. Tangan-Nya terbuka lebar untuk anda. Jika anda membawa kegalauan anda pada-Nya, maka Ia bukan hanya akan membuat anda lega, namun lebih dari itu, mencurahkan berkat-Nya hingga rasa galau anda dapat menjadi berkat bagi orang lain. Galau yang pekat bisa Ia ubah menjadi sesuatu yang indah, yang membuat hari anda dan orang lain cerah. Jika semua orang galau bersedia membawa segala bebannya pada Sang Pencipta, maka betapa damai sejahteranya negeri kita, Indonesia. Dan saya percaya inilah yang Tuhan harapkan dari kita.

Tuhan menjadikan indah kegalauan anda dan saya, Tuhan menjadikan indah kegalauan Indonesia!

2 komentar:

  1. hahahaha.... ringkasannya "GALAU ITU INDAH"

    saya jadi inget sama temen saya yang habis putus cinta. habis putus cinta, dia jadi workaholic. kejadiannya sih sudah beberapa bulan lalu, namun sampai sekarang masih workaholic. pekerjaannya sebagai akuntan publik memang menuntutnya untuk bekerja lembur hingga larut malam. Namun, pada hari sabtu dan minggu, dimana biasanya ia bersantai dengan keluarga atau kekasihnya, ia gunakan untuk masuk kantor. Pergi Pagi, Pulang lebih dari sekedar Petang. Mungkin hanya inilah cara untuk membunuh perasaan galaunya setelah putus cinta, pikir saya.

    ya, galau memang bisa menghasilkan efek positif, daripada cuma menyesali nasib nggak jelas dengan nangis atau berlama lama bermuram durja. Semoga saja teman saya itu segera pulih dari galaunya dan kembali menemukan keseimbangan hidup. Untuk jangka pendek, workaholicnya dia saya lihat sih sebagai sesuatu yang bagus. Namun untuk jangka panjang, saya sama sekali nggak mengharapkannya. Hidup tetap harus seimbang :)

    BalasHapus
  2. Aih, Lomie muncul lagi *senyum girang terkembang*. Saya pikir ngambeg:). Tumben komennya tidak layak untuk dijadikan posting tersendiri:). Saya tertarik dengan kalimat 'hidup tetap harus seimbang'. Kalau kita tidak pernah galau, memang kita tidak akan sepenuhnya merasakan bahagia itu apa. Sama halnya kita tidak akan mengerti apa itu terang jika tidak ada gelap.
    Lomie sendiri kalau galau menyeimbangkannya dengan apa? Nyopet? Hehehe...enggak ding, sori, paling-paling shoplifting:). Tiap pribadi memang punya mekanisme tersendiri untuk mengalihkan kegalauan. Tapi kalau kelamaan berdiam di level 'pengalihan' memang nggak bagus juga, bisa-bisa kebablasan. Walhasil kita jadi individu yang tidak lagi punya kemampuan untuk merasa.
    Well, Lomie, semoga teman yang workaholic itu sempat datang ke sini dan baca komen Lomie. Btw, i'm so glad that you're back to me (puih!:)).

    BalasHapus