Jumat, 06 April 2012

Apakah Mereka Sedang Mengejar Ekor Sendiri?

Bergeraklah ke depan! Jalan di tempat hanya cocok untuk tentara. Dan bergerak melingkar ke belakang adalah milik anjing yang mengejar ekornya sendiri.

Seperti awal posting yang lalu, saya berharap kalimat awal posting ini juga merupakan buah pikiran saya sendiri. Sayangnya tidak. Saya hanya meminjam status salah seorang teman saya. Baiklah, saya berjanji untuk meneruskan amarah saya pada posting lalu. Dan sekarang saya tepati. Oke, sebelumnya saya hendak bercerita tentang almarhumah anjing-anjing saya *kembali galau*. Seperti yang sudah saya ungkap dalam posting berjudul 'Mengenang Alanis dan Patrice' dan 'Dan Ibupun Menangis....', saya sangat tergila-gila pada mereka. Salah satu tingkah natural mereka adalah mengejar ekor sendiri. Itu adalah tindakan sangat bodoh, dan sampai saat ini saya tidak tahu atas dasar apa mereka melakukan hal itu. Para ahli bilang sih mereka  sedang menghibur diri sendiri. Tapi sebagai akibatnya saya juga terhibur, sebab memang saya tidak pernah bisa berhenti tertawa bila mereka mulai bertingkah macam itu. Mereka bisa tahan melakukannya sampai sangaaaaaat.....lama, dengan ekspresi sangat dungu, hingga saya bercucuran air mata dan sakit perut dibuatnya. Kadang-kadang saya sampai bergulingan di lantai dan memohon pada mereka, "Sudah, sudah, sakit perut Mamak," dengan suara bergetar. Tapi mereka tak ambil pusing, tetap bertahan dengan kedunguan tersebut sampai akhirnya mereka berhenti begitu saja, tanpa alasan jelas.

Salah satu ciri khas mereka dalam melakukan kegiatan mengejar ekor itu sendiri adalah begitu biyayakan, pecicilan sampai hilang kontrol, dan biasanya berakhir dengan menyambar meja hingga barang-barang di atasnya bergulingan semua atau menabrak orang-orang di sekitarnya. Pokoknya rusuh sekali. Kegiatan menghibur diri sendiri hingga menimbulkan kerusuhan tersebut benar-benar mengingatkan saya pada segerombolan pecundang yang dalam posting tersebut saya sebut mahasial, mahasia-sia, dan mahaksiat. Hingga beberapa waktu lalu saya berpikir bahwa mereka hanya sekedar jalan di tempat, tidak juga beranjak dari kebesaran masa lalu ketika gerakan mahasiswa berhasil meruntuhkan kekuasaan absolut Suharto. Tapi ternyata 'jalan di tempat' pun masih terlalu bagus bagi mereka. Tidak percaya? Pertama, coba anda perhatikan saat tentara jalan di tempat. Rapi dan gagah, bukan? Kedua, apakah ada yang dirugikan dari kegiatan jalan di tempat tersebut? Sama sekali tidak, justru sebaliknya menguntungkan. Sekalipun tidak ada kemajuan seincipun, setidaknya gerakan para prajurit tersebut sedap dipandang. Jalan di tempat membuat mata terhibur dan hati senang. Lagipula, saya percaya gerakan itu juga membuat sehat si pelaku itu sendiri. Siapa bilang jalan di tempat tidak membakar kalori?

Sepintas, jika tidak hati-hati kita bisa dengan mudah mengatakan mereka jalan di tempat. Coba ingat-ingat, pernah nggak mereka beranjak dari jargon 'membela rakyat kecil' atau kalimat-kalimat cakep bombastis macam itu? Seingat saya tidak. Tapi sejauh ini, pernah nggak mereka 'membela rakyat kecil' dengan cara lain selain demonstrasi? Seingat saya tidak ada. Mereka menjalani hidup dengan cara mereka sendiri, masuk kuliah (atau banyak bolosnya), belajar (atau nyontek bahkan nyewa joki), berorganisasi (atau menghabiskan waktu dengan main game on line, seringkali pakai judi), bekerja sambilan (atau dugem, pacaran, nyimeng, dan sebagainya), apapun yang mereka pilih. 'Kepentingan rakyat kecil' tidak ada dalam benak mereka. Nanti, begitu tersiar kabar BBM hendak naik, barulah mereka ingat akan jargon gagah 'membela rakyat'. Bisa jadi dalam perjalanan ke kampus tiap hari mereka melewati kantung-kantung kemiskinan macam kampung kumuh di bantaran rel atau kali, tapi tentu saja mereka tidak peduli. Silakan saja yang miskin tetap miskin, rakyat kecil tetap kecil. Tunggu dulu sampai ada perngumuman seksi macam kenaikan TDL baru rakyat diangkat-angkat. Lain hari biarlah rakyat sekarat. Siapa juga yang peduli, selama masih ada pemerintah yang dari hari ke hari bisa dijadikan sasaran tudingan jari?

Hari-hari lain mahasial boleh menghabiskan ratusan ribu untuk urusan hiburan, modif motor, pesan barang-barang dari online shop, dan apapun sesuka mereka, sementara rakyat kecil yang tinggal di kolong jembatan harus menunggu dengan sabar sampai ada isu heboh baru mereka bergerak bersama-sama. Setelah ada isu-isu sensitif yang sensi, barulah mereka menggeliat. Mengkoordinir demo hari demi hari sampai subuh, berdiskusi dengan teori-teori yang kedengarannya sangat pintar, berlatih orasi dengan kalimat-kalimat heroik sekaligus makian-makian mengerikan di depan kaca, lalu bagi-bagi tugas: siapa bawa bom molotov, siapa bawa senjata tajam dan benda-benda keras lain, siapa bawa air keras, siapa pesan ban bekas, dan lain-lain barang-barang busuk. Tak lupa pemberitahuan pada media massa supaya meliput dengan seksama, terutama mengamati kesalahan aparat keamanan sekecil apapun. Oh, jangan lupa, ada juga yang kebagian tugas mulia: memprovokasi aparat, lalu memberi kode pada para peliput di saat yang tepat, yakni di saat aparat harus mulai bertindak tegas. Judul headlinenya sangat sederhana, tidak berubah dari tahun ke tahun: aparat bertindak represif. Sungguh sebuah 'kecerdasan' tingkat tinggi.

Dan dari mana saya bisa punya pikiran seperti itu? Karena saya dulu juga mahasiswa yang aktif berorganisasi, saya juga banyak bergaul dengan mahasia-sia, bahkan setelah lulus dan bekerja. Saya menjaga hubungan dengan mereka, dan melewati tahun demi tahun hanya untuk mendapati bahwa dalam satu hal mereka tidak berubah: munafik total. Untuk urusan teori dan jargon mereka juara satu, dan tak pernah berubah dari waktu ke waktu. Orasi-orasi mereka begitu membubung tinggi, dan saat meneriakkannya tentu saja mereka selalu menyeret pihak lain untuk dicaci-maki. Selebihnya? Tidak ada. Sama sekali tidak ada. Istilah apa yang lebih tepat untuk hal ini selain munafik total?

Demikianlah, hal-hal di atas bisa 'menggelincirkan' kita pada pikiran bahwa mereka semata-mata hanya munafik yang jalan di tempat. Tapi tidak, karena mereka jauh lebih buruk daripada itu. Jalan di tempat ibarat gerakan tentara yang sedap dipandang mata dan berdampak baik bagi kesehatan. Tapi apa yang mereka lakukan sama sekali tidak sedap dipandang mata. Dan sama sekali tidak ada dampak baiknya. Yang mereka lakukan hanyalah berbuat rusuh di manapun tempat. Yang mereka lakukan adalah kerugian bagi banyak pihak. Bukan cuma aksi bakar ban dan lempar ini-itu yang bikin kotor dan rusak lingkungan. Bukan hanya jalan-jalan macet dan membuat banyak orang gagal melaksanakan hajat hidup. Bukan sekedar aksi perusakan dan  teror bagi banyak pihak. Bukan semata kerugian negara dan rakyat. Lebih dari itu, mereka adalah contoh yang luar biasa busuk bagi adik-adik mereka, siswa-siswa yang tidak maha. Anak-anak SD, SMP, dan SMA yang menganggap hebat apapun yang dilakukan kakak-kakak mereka. Mana ada anak kecil yang tidak punya impian menjadi seperti kakaknya? Seberapa banyakkah adik yang tidak menyayangi dan mengidolakan kakak mereka? Seberapa banyakkah angkatan muda yang tidak menjadikan kakak mereka sebagai patron yang jago dalam segalanya? Dan itulah yang diberikan para mahasia-sia, mahasial, dan mahaksiat bagi adik-adik mereka. Luar biasa! Betapa mereka sangat 'membanggakan' orang tua!

Betapa luar biasa mengerikan rentetan dampak buruk yang mereka hasilkan dari segala aksi 'bela rakyat' tersebut. Gerakan mereka tepat sama seperti yang dilakukan oleh Inoy dan anak-anaknya: melingkar ke belakang. Yang mereka lakukan hanya untuk menghibur diri. Segala aksi 'bela rakyat' tersebut tidak lebih dari hiburan bagi diri sendiri. Dan jika dalam gerakan melingkar ke belakang tersebut Inoy dan anak-anaknya selalu bikin rusuh dengan merubuhkan barang-barang dan menabrak orang-orang, begitu pula kerusuhan dan kerugian yang ditimbulkan dengan gerakan bela rakyat gadungan tersebut. Namun sesungguhnya, Inoy dan anak-anaknya masih jauh lebih baik daripada mereka. Karena bagaimanapun, tuan manapun akan tertawa bahagia saat melihat peliharaannya berulah seperti itu. Tapi mahaksiat sama sekali tidak lucu. Tak ada satupun dari perbuatan mereka yang cute dan unyu. Tidak ada kebahagiaan dan tawa ceria yang dihasilkan dari kegiatan mereka. Sesungguhnya, bahkan bergerak melingkar ke belakangpun masih terlalu baik untuk mereka. Dengan sedih dan sangat menyesal saya harus berkata, bahwa mereka busuk sampai ke akar-akarnya. Saya berdoa semoga Tuhan memberi hikmat dan marifat pada mereka, supaya suatu hari nanti mereka benar-benar tahu arti cinta rakyat, bangsa, dan negara. Tuhan mengubah mereka, Tuhan mencerahkan dan mencerdaskan mereka demi Indonesia!

2 komentar:

  1. saatnya anda berganti 'teman' bermain, masih ada (memang tidak banyak) mahasiswa yang secara sabar berlatih untuk tidak hanya menjadi penyuara tetapi juga pendengar yang baik. mereka yang mau menyempatkan diri untuk berfikir panjang sebelum bertindak dan menghindari slogan-slogan kosong. mereka ini menjauhi publikasi kecuali dipandang perlu sebagai bagian dari strategi dan taktiknya. mereka ini adik-adik anda dan saya. harapan saya adalah janganlah anda berputus harapan dan saatnya berganti 'teman'.

    BalasHapus
  2. Sejujurnya, Anonymous yang penuh perhatian, saya harus mengakui bahwa ada keuntungan yang saya bisa petik dari pergaulan dengan mahaksiat. Setidaknya saya bisa tahu seberapa dangkalnya mereka (aduh, jahatnya mulut saya.....). Dan anda benar, di luar sana masih ada mereka yang tahu benar bagaimana musti bersikap supaya mereka pantas menyandang gelar mahasiswa. Penghargaan patut mereka dapatkan dari kita semua.
    Dan ya, anonymous, saya akan penuhi harapan anda, bahwa saya tidak akan berputus harapan. Besar harapan saya pada mereka, sebab mereka adalah pemegang tongkat estafet perjalanan bangsa dan negara kita. Tuhan memberkati anda, mereka, dan saya. Tuhan memberkati Indonesia!

    BalasHapus