Jumat, 17 Februari 2012

Selamat Jalan, Oom Bubbi.....

Meskipun sudah cukup lanjut, tak urung kepergian Bubbi Chen mengejutkan saya, karena saya termasuk salah satu penggemar yang boleh dibilang cukup kenyang menikmati kepiawaiannya baik lewat album rekaman maupun pertunjukan langsung. Secara musikalitas, kualitas Oom Bubbi tidak perlu panjang lebar dibahas, karena beragam penghargaan bahkan tingkat internasional telah ia libas. Namun yang paling membuat saya terkesan adalah pribadinya yang santun dan rendah hati. Bukannya saya mengenal beliau secara pribadi dengan dalam, namun dari beberapa kali percakapan dengan beliau yang sangat membekas di hati saya (dan saya yakin tidak di hati beliau, hihi...), saya menangkap beliau adalah sosok manusia berkualitas. Suatu waktu sekitar 10 tahun lalu, bersama beberapa teman orang asing, saya menikmati penampilan reguler beliau dengan grupnya di salah satu hotel berbintang lima di Surabaya. Rombongan kami duduk di bagian terdepan, dan cukup menyita perhatian karena semuanya pria asing dan perempuannya cuma saya, cakep banget pula, hehe.... 

Setelah sekitar 10 menit, mulailah saya request lagu secara brutal, yang ternyata tak satupun dikuasai oleh sang penyanyi sebab yang saya minta adalah jazz model 'keriting'. Saat saya sudah mulai mengambil sikap pasrah, tak dinyana Oom Bubbie menerima SEMUA request saya dengan riang gembira. Saya cuma bisa duduk bagai tersihir dan baru sadar setelah rentetan lagu yang saya pesan secara tak sopan usai. Beberapa orang dalam rombongan saya berkomentar bahwa bahkan di negara mereka sendiripun mereka belum pernah menikmati live show macam begini. Meluap-luap dada saya, terlebih ketika secara pribadi Oom Bubbie mendatangi meja kami. Apalagi ketika beliau memuji pilihan lagu saya. Sikapnya santun, rendah hati, namun dengan kebanggaan yang terjaga rapi saat saya sampaikan pujian teman-teman di atas. Bahasa Inggrisnya tertata apik, dan beliau memperlakukan saya, satu-satunya perempuan, dengan sikap hormat yang sangat patut. Namun saat menyadari bahwa saya orang Indonesia, sikap beliau berubah menjadi cair. Sungguh membanggakan saat kita menyuguhkan orang sekaliber Oom Bubbi pada teman-teman bangsa asing. Kesan baik mereka terhadap Indonesia memang semakin meningkat setelah malam itu, dan banyak malam lagi ketika kami kembali ke hotel tersebut untuk menyaksikan penampilan Oom Bubbi. 

Oom Bubbi adalah salah satu insan yang patut kita jadikan suri tauladan. Kefokusan pada bidang yang dicintainya hingga mencapai level internasional tentu bukan perkara mudah, terlebih karena genre yang dipilihnya bukanlah yang diminati pasar besar. Tetapi beliau tetap teguh pada idealismenya, hingga akhirnya mencapai titik yang telah ia capai tersebut. Berkat ketekunan dan idealismenya pula nama bangsa diharumkan dalam kancah Internasional. Dan satu hal yang patut digaris bawahi adalah cara beliau membawakan diri. Beliau benar-benar mengerti falsafah Jawa empan papan, menempatkan diri sesuai tempat dan atau orang-orang yang kita hadapi, padahal jelas-jelas beliau adalah keturunan China yang identitasnya dipertahankan dengan bangga lewat namanya. Bukan perkara mudah memegang teguh tradisi mula-mula kemudian mengawinkannnya dengan nilai dan semangat yang lebih besar, yakni Indonesia.

Oom Bubbi adalah seorang Pancasilais, meskipun beliau tak pernah menggembar-gemborkannya. Paling tidak, ia telah mengamalkan dengan sempurna butir-butir dalam sila ke dua dan ketiga, dengan atau tanpa disadarinya. Di titik ini, bukan hanya saya dan penggemarnya yang merasa kehilangan, namun Indonesia juga. Ibu Pertiwi kehilangan seseorang yang telah menghabiskan banyak waktu, tenaga, dan usaha untuk mengusung nama Indonesia ke tataran Internasional lewat profesi dan sikap sehari-hari. Sebuah sikap heroik          yang sederhana, yang digotong tanpa banyak cing-cong. Dan saya percaya, di balik tangis kehilangan, Indonesia pasti merasa bangga dan puas telah memiliki sosok seperti Oom Bubbi, yang membaktikan diri bagi ibu pertiwi dengan segala kemampuan yang ia miliki.

Selamat jalan Oom Bubbi, anda adalah teladan kami yang tak akan pernah mati......

2 komentar:

  1. Hehehehe...sekarang giliran saya memalu hati. Waktu masa jayanya, saya masih anak-anak, nggak tertarik sama sekali dengan musik Jazz yang menurut saya sangat berat di telinga. favorit saya kala itu adalah Dangdut #ups... hihihihi

    Saya juga nggak tahu pribadinya secara personal, bahkan sempat terbersit dalam pikiran saya bahwa ia adalah seseorang musisi yang berasal dari negara mana lalu kemudian sangat terkenal di Indonesia. Hahahaha. Saya bahkan bertanya-tanya, "bisakah Beliau berbahasa Indonesia?", tanpa berminat untuk menggali lebih dalam tentang beliau. Maafkan ketidaktahuan saya yah Mbak.

    Nah, barusan saya membaca sekilas biografinya dan ternyata ia adalah seorang yang luar biasa yah...Dan, ia seorang Cak Surabaya! Sungguh, Indonesia harus bangga memiliki putra seperti Bubbi Chen ini. Kalau membaca jalan hidupnya, rasa-rasanya beliau yang sudah melanglang buana dan mempersembahkan Jazz-nya Bubbi untuk dunia sudah patut disetarakan dengan musisi brilian internasional kali yach Mbak. Mungkin nanti saya mau coba dengarkan beberapa karyanya, sebagai penghormatan kepada Beliau. Selamat jalan Oom Bubbi, Tuhan sertamu :)

    BalasHapus
  2. Fyi, Lomar, sudah sejak beberapa tahun terakhir saya tidak mendengarkan jazz karena bosan. Sekarang saya sedang tergila-gila pada dangdut, musik jazirah Arab dan nada-nada pentatonis lain.
    Dan saya terima permintaan maafmu, nak:). Memang sebagai bangsa Indonesia kita harus belajar mengenal dan menggali local-local genius yang kita miliki, lalu secara sengaja mempromosikan mereka pada teman-teman bangsa asing kita. Dan memang benar bahwa kelas Oom Bubbi sudah mendunia. Sayang sekali Lomar tidak sempat menikmati penampilan langsung beliau. Words really can not describe the ambiance he brings by his music. Tuhan memberkati Oom Bubbi, dan siapapun mereka yang telah memberikan bakti bagi ibu pertiwi....

    BalasHapus