Senin, 19 Maret 2012

Hakuna Matata, Means No Worries.


Ada dua hal yang membuat saya sangat menggemari film Lion King. Selain karena lucu (baik adegan maupun dialognya, apalagi yang versi bahasa asli) saya juga banyak memetik pelajaran hidup dari film ini. Pada posting sebelum ini saya menulis tentang pembelajaran yang saya  dapat dari Rafiki, si monyet tua yang dalam film ini didapuk jadi guru spiritual. Kali ini saya hendak membagi pelajaran yang saya dapat dari Timon dan Pumbaa. Benar, Timon yang sok tau dan errornya minta ampun. Serta Pumbaa, si tukang kent*t yang lugu dan idiotnya luar biasa.

Pelajaran pertama adalah ketika mereka pertama kali menemukan Simba kecil yang tengah galau oleh rasa bersalah karena menganggap bahwa ialah penyebab kematian ayahnya. Simba begitu gundah, sehingga oleh Timon disebut “Looks blue,” namun dibantah oleh Pumbaa ‘cokelat keemasan’:). Untuk mengatasi kegalauan Simba, mulailah Timon dan Pumbaa mencecarnya dengan filosofi mereka ‘Hakuna Matata’. Means no worries, kata duo blo’on di atas. Secara lengkap adalah: Hakuna Matata, what a wonderfull phrase. Hakuna Matata, ain’t no passing craze. It means no worries, for the rest of the days. It’s problem free philosophy: Hakuna Matata. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, tak ada satu masalahpun yang bisa membuat kita jadi gila. Filosofi ini membuat Si Tolol dan Si Bodoh tersebut cerah ceria sepanjang masa. Kalau mereka bertingkah gila itu memang semata-mata mereka memang harus bersikap gila, sebab kalau nggak begitu maka film itu jadi nggak lucu. Maka jadilah Simba cilik yang tengah galau berbalik sikap menjadi riang-ria seperti yang telah dicontohkan oleh dua partnernya.

Lepas dari kebodohan Timon dan Pumbaa, sepertinya kita memang harus banyak belajar dari mereka. Sebab kita punya banyak, luar biasa banyak alasan untuk menjadi khawatir. Dampak pemanasan global, segala makanan yang mengandung bahan berbahaya, terorisme yang semakin sulit ditebak arah dan sasaran korbannya serta kapan mereka bertindak, jalan raya yang semakin tidak aman, dan sebagainya, dan sebagainya. Belum lagi hal-hal yang bisa membuat pikiran tidak tenang, seperti korupsi yang menggila, solah-tingkah anggota DPR/DPRD yang hampir seratus persen tidak bisa dikategorikan ‘waras’, gelandangan dan pengemis yang membuat orang yang berbudi halus jadi sulit makan enak, narkoba, pornografi, dan seterusnya, dan seterusnya. Seakan itu semua belum cukup, mendadak kita dibuat syok dengan rencana pemerintah menaikkan harga BBM. BBM naik berarti semuanya naik. Lengkap sudah. Kita punya semua alasan untuk menjalani hidup dengan rasa khawatir, kenapa pula tidak?

Tapi coba tengok filosofi duet ajaib di atas: Hakuna Matata, no worries. Jika ada kekhawatiran, lekas-lekas singkirkan, lalu kau pun akan kembali gembira. Itulah yang dituruti dan lakukan oleh Simba, dan dia dibikin hepi karenanya. Oke, mungkin kita tidak senaif itu untuk menjadikan dua binatang bodoh, kartun lagi, jadi guru spiritual kita. Tapi sebagai orang Indonesia yang sebagian besar mengaku punya agama dan percaya Tuhan dan firman-firman-Nya yang telah ditulis dari kitab suci, saya rasa kita sudah punya pegangan yang sangat kuat. Saya tidak tahu dengan anda –saya tidak membuat web ini untuk orang-orang yang seagama dengan saya, jadi saya tidak berani membuat asumsi ngawur bahwa kitab anda sama dengan saya dan anda percaya dengan kitab yang saya percaya- namun sebagai orang Kristen saya punya beberapa ayat favorit yang selalu saya jadikan pegangan ketika kekhawatiran mulai mendera saya. Salah satunya adalah yang bunyinya kira-kira begini: “Serahkanlah segala kekhawatiranmu kepada Allah, sebab Ia-lah yang memelihara kamu. Burung pipit saja Ia pelihara, terlebih kamu. Apakah kekhawatiran bisa menambah sehasta saja pada jalanmu?”. Membaca berulang-ulang dan merenungkan dalam-dalam firman ini membuat degup jantung saya melambat. Apalagi jika kemudian saya memejamkan mata, menengok ke belakang, dan menghitung bukti betapa Tuhan tidak pernah membiarkan saya terpuruk, sebab dari satu lagi firman-Nya saya dibuat percaya bahwa sekalipun saya jatuh namun tak sampai tergeletak, sebab Tuhan menopang tangan saya.

Saya bukan tipe orang yang suka melupakan masa lalu. Saya justru gemar menengok ke belakang dan mempelajarinya. Dari masa lalu saya banyak belajar tentang kesalahan-kesalahan saya, dan terutama pemeliharaan Tuhan terhadap saya. Saya ingat pada beberapa titik yang pernah saya anggap terkelam dalam sejarah hidup saya, ketika saya begitu putus asa sampai berseru pada-Nya, “Cabu jo kita pe nyawa Tuhan! Beking apa le idop kalo cuma for rasa akang pait deng pidis bagini.” Ya, waktu di Manado saya sering berdoa pakai dialeg sana:). Artinya kira-kira begini: ‘Cabut saja nyawaku Tuhan! Untuk apa hidup kalau hanya untuk merasakan pahit dan pedih seperti ini!’. Beberapa kali saya berangkat tidur, berharap mati, dan kecewa luar biasa ketika esoknya saya bangun untuk kembali menghadapi kepahitan dan kepungan masalah yang sama dengan kemarin, bahkan seringkali lebih parah. Kadang-kadang, keputus asaan berkolaborasi dengan kekurangan ajaran, sehingga menghasilkan doa macam ini: “Where are You when I need You most, God? You must have left this town, haven’t You?”, lupa bahwa tidak semua orang yang tinggal di Manado putus asa dan kurang ajar seperti saya.

Bila sesekali saya menengok ke belakang dan melihat besarnya masalah serta keputus asaan tersebut, saya selalu dibikin terheran-heran. Karena ternyata waktu berlalu hanya untuk membuktikan bahwa saya dan anak-anak saya baik-baik saja. Ada banyak masa di mana saya mengira bahwa kegembiraan tidak diciptakan untuk saya, dan ternyata perkiraan saya tersebut salah total. Karena sekali lagi, ternyata waktu berlalu hanya untuk membuktikan bahwa Tuhan punya seribu satu cara untuk membuat saya gembira dan bersenang-senang di tengah segala timbunan masalah. Semua perkara terjadi dalam hidup saya hanya untuk menunjukkan bahwa Tuhan tidak pernah lalai memelihara saya dan keluarga saya. Bahwa Ia adalah penjaga saya yang tidak pernah memicingkan mata barang sedikitpun, tepat seperti yang dikatakan oleh Raja Daud.

Belajar dari masa lalu membuat saya semakin yakin dan percaya diri, karena saya tahu Tuhan tidak pernah sedetikpun meninggalkan saya. Jika rasa khawatir mulai mengintip, saya kembali merenungkan firman dan janji-janji-Nya yang manis dan selalu ditepati. Jika itu masih juga gagal meredakan kegelisahan, saya mengingat seseorang yang telah khatam Alkitab dan cukup iseng untuk menghitung bahwa dalam Alkitab Tuhan berfirman ‘Jangan khawatir’ sebanyak 365 kali. Ada 365 hari dalam setahun, dan Tuhan menyediakan satu ‘Jangan khawatir’ untuk tiap-tiap harinya! Kalau seorang Yuanita Maya berkata ‘Jangan khawatir’ pada seseorang yang sedang galau, bisa jadi dia cuma omong doang dan gelagapan ketika si galau tersebut menuntutnya, “Oke, aku nggak khawatir lagi, asal kamu mau melakukan sesuatu untuk menghilangkan masalahku.” Tapi berhubung ini Tuhan yang berfirman, sudah barang tentu Ia telah menyediakan berbagai cara untuk membuat kita kuat dan berhasil melepas setiap persoalan yang membelit kehidupan kita.

Demikian pula bangsa Indonesia. Jika kita menengok ke belakang, dari waktu ke waktu kita melihat bahwa Indonesia tidak pernah kekurangan masalah. Tapi dari waktu ke waktu pula kita melihat bahwa kita selalu berhasil melewati setiap permasalahan yang mendera. Entah dengan terluka entah tidak, yang jelas kita berhasil melewatinya. Masalah yang lain datang, kita sekali lagi berhasil melewatinya. Saya percaya, sedikit banyak itu dipengaruhi oleh pengakuan kita akan kekuasaan Tuhan, lewat agama yang kita anut dan kitab yang kita percaya memuat firman-firman-Nya. Pada akhirnya, seberat apapun sebuah masalah, kita selalu bisa mengatasinya dengan kekuatan yang Ia bagikan secara cuma-cuma pada mereka yang mempercayai-Nya.

Indonesia adalah bangsa yang percaya Tuhan. Dan Ia tidak pernah begitu saja meninggalkan umat yang telah lebih memilih memercayai-Nya ketimbang yang lain. Ia ada sejak dulu, kini, hingga selamanya. Dan Ia lebih besar daripada masalah apapun yang membelit bangsa ini. Semakin kita berserah pada kekuasaan dan kemurahan hati-Nya, maka tidak ada perkara apapun yang bisa meruntuhkan Indonesia. Apalagi cuma kenaikan harga BBM dan segala implikasinya. Dalam Tuhan tidak ada kekhawatiran. Jika kita sampai stress gara-gara belitan masalah, maka kita harus bertanya pada diri sendiri, sejauh mana hubungan kita dengan Tuhan. Paling tidak, ingat kata Timon dan Pumbaa seperti saya bilang di atas: Hakuna Matata. No worries for the rest of our days.

Tuhan menguatkan saya dan anda! Tuhan menguatkan Indonesia!

2 komentar:

  1. ahhh Mbak May, satu postingan indah untuk mencerahkan hati saya dan pastinya, semua orang yang membacanya. COba yah, postingan ini diprint, trus difotokopi, kira2 semua orang akan sejuk hatinya nggak yach?

    Saya jadi bertanya-tanya sih, apa iya, orang-orang yang menghebohkan ini itu dan semua hal itu adalah orang-orang yang kacamatanya sempit? orang-orang yang tidak mau berusaha? atau memang tidak ada jalan keluar sama sekali bagi mereka? Koq saya jadi miris yach karena berkebalikan sekali dengan kutipan ayat "Tuhan memelihara kita". Saya jadi inget sama seorang temen saya asal Wlingi, Blitar yang pernah berkata "Nggak ada orang miskin di Indonesia, adanya orang malas!". "Hidup di kampung tuh enak, hasil kebun berlimpah ruah. kalau nggak bisa makan sampai busung lapar, artinya itu orang malesnya sudah kebangetan". Yah, saya bukan Tuhan yang bisa menghakimi mereka sih yah mbak...namun pendapat temen saya ini ada benernya. seterpuruknya kita, apalagi dipadukan dengan ayat "Tuhan memelihara kita", masak iya nggak ada jalan keluar lagi? Duh, saya ingin berkata demikian tidak hanya pada saat saya berbahagia saja, namun juga pada saat terkelam dalam hidup saya. Namun, masalahnya, apakah saya mampu? Yang jelas, kalau boleh meminta, saya ingin jalan hidup saya dipelihara oleh Tuhan. Jadi inget sama kutipan "Tuhan tidak pernah menjanjikan laut akan tenang dan tanpa badai, namun satu hal yang ia janjikan : kita akan sampai di pelabuhan terakhir dengan selamat". Hufff...semoga saya selalu bisa bersyukur di setiap kesempatan, sambil tetap bergembira karena semua beban hidup kita sudah ditopang oleh Tuhan. Indonesia butuh paradigma yan demikian. Hey, kita pernah melalui masa amsa BBM Rp. 6.000 rupiah! Toh, kita tetap hidup hingga sekarang. Harusnya nggak jauh beda ketika BBM naik kembali menjadi Rp. 6.000, hanya saja kita butuh lebih kreatif dalam menyiasati hidup. Balik lagi ke temen saya, "orang yang kelaparan sampai ga bisa makan dan busung lapar adalah orang yang malesnya gak ketolongan".

    oh, ada satu lagi kutipan yang saya suka yang serupa dengan Hakuna Matata, "biarlah kekuatiran esok hari menjadi milik esok hari". Hidup sudah susah, kita nggak perlu menjalaninya dengan cemberut dan bermuram durja. hehehe. Sukses buat Yuanita Maya!

    BalasHapus
  2. Kalau mau potokopi terus bagi-bagi silakan, Lomie, saya sih makasih, nggak ada dananya:). Memang kerinduan saya adalah siapapun yang merasa tenang teduh atau tercerahkan setelah membaca tulisan-tulisan saya mau membaginya pada yang lain. Sebab semua hal, baik yang baik maupun yang buruk itu menular. Betapa luar biasa Indonesia kalau setiap kita mau membagikan hal-hal baik yang kita miliki, apapun itu.
    Lomie, boleh nggak pendapat temen Lomie dari Blitar itu saya jadikan dasar untuk posting berikut? Sebetulnya saya sudah menyiapkan artikel yang siap di post, gara-gara komen Lomie jadi berantakan, deh:).
    Lomie, saya sudah mengalami banyak sekali masa kelam, yang dulu saya pikir saya sama sekali tidak mampu melewatinya. Ternyata saya mampu. Tepatnya Tuhan memampukan saya, tepat seperti firman-Nya bahwa Ia tak pernah menjanjikan hari akan selalu panas atau senantiasa hujan, namun Dia janji akan memberi kekuatan bila topan ganas melanda hidup kita. Saya sudah mengalami masa-masa buruk, dan sekarang saya sedang digodok dalam kawah candradimuka yang jauh lebih dahsyat ketimbang yang sudah-sudah. Tapi justru dalam keadaan yang secara manusiawi tak tertanggungkan sekarang inilah saya justru berada dalam kondisi spiritual yang sangat baik dan kukuh. Ternyata memang Tuhan tidak pernah ingkar janji. Maka siapapun yang berlama-lama dalam kemiskinan, kegalauan, serta kepedihan adalah mereka yang patut dipertanyakan kualitas hubungannya dengan Penciptanya (contohnya saya dulum hehe...).
    Iya, saya juga sangat senang dengan kredo 'Kesusahan hari ini biarlah menjadi milik hari ini. Esok hari punya kesusahannya sendiri'. Ini adalah 'mantera' paling mujarab untuk membunuh rasa khawatir. Thanks buat dukungannya, Lomie, sukses juga buat kamu. Kalau sudah bagi-bagi photokopi kabarin, ya:).

    BalasHapus