Ada
dua hal yang membuat saya sangat menggemari film Lion King. Selain karena lucu
(baik adegan maupun dialognya, apalagi yang versi bahasa asli) saya juga banyak
memetik pelajaran hidup dari film ini. Pada posting sebelum ini saya menulis
tentang pembelajaran yang saya dapat
dari Rafiki, si monyet tua yang dalam film ini didapuk jadi guru spiritual.
Kali ini saya hendak membagi pelajaran yang saya dapat dari Timon dan Pumbaa.
Benar, Timon yang sok tau dan errornya minta ampun. Serta Pumbaa, si tukang
kent*t yang lugu dan idiotnya luar biasa.
Pelajaran
pertama adalah ketika mereka pertama kali menemukan Simba kecil yang tengah
galau oleh rasa bersalah karena menganggap bahwa ialah penyebab kematian
ayahnya. Simba begitu gundah, sehingga oleh Timon disebut “Looks blue,” namun
dibantah oleh Pumbaa ‘cokelat keemasan’:). Untuk mengatasi kegalauan Simba,
mulailah Timon dan Pumbaa mencecarnya dengan filosofi mereka ‘Hakuna Matata’.
Means no worries, kata duo blo’on di atas. Secara lengkap adalah: Hakuna
Matata, what a wonderfull phrase. Hakuna Matata, ain’t no passing craze. It
means no worries, for the rest of the days. It’s problem free philosophy:
Hakuna Matata. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, tak ada satu masalahpun yang
bisa membuat kita jadi gila. Filosofi ini membuat Si Tolol dan Si Bodoh
tersebut cerah ceria sepanjang masa. Kalau mereka bertingkah gila itu memang
semata-mata mereka memang harus bersikap gila, sebab kalau nggak begitu maka
film itu jadi nggak lucu. Maka jadilah Simba cilik yang tengah galau berbalik
sikap menjadi riang-ria seperti yang telah dicontohkan oleh dua partnernya.
Lepas
dari kebodohan Timon dan Pumbaa, sepertinya kita memang harus banyak belajar
dari mereka. Sebab kita punya banyak, luar biasa banyak alasan untuk menjadi
khawatir. Dampak pemanasan global, segala makanan yang mengandung bahan
berbahaya, terorisme yang semakin sulit ditebak arah dan sasaran korbannya
serta kapan mereka bertindak, jalan raya yang semakin tidak aman, dan sebagainya,
dan sebagainya. Belum lagi hal-hal yang bisa membuat pikiran tidak tenang,
seperti korupsi yang menggila, solah-tingkah anggota DPR/DPRD yang hampir
seratus persen tidak bisa dikategorikan ‘waras’, gelandangan dan pengemis yang
membuat orang yang berbudi halus jadi sulit makan enak, narkoba, pornografi,
dan seterusnya, dan seterusnya. Seakan itu semua belum cukup, mendadak kita
dibuat syok dengan rencana pemerintah menaikkan harga BBM. BBM naik berarti
semuanya naik. Lengkap sudah. Kita punya semua alasan untuk menjalani hidup
dengan rasa khawatir, kenapa pula tidak?
Tapi
coba tengok filosofi duet ajaib di atas: Hakuna Matata, no worries. Jika ada
kekhawatiran, lekas-lekas singkirkan, lalu kau pun akan kembali gembira. Itulah
yang dituruti dan lakukan oleh Simba, dan dia dibikin hepi karenanya. Oke,
mungkin kita tidak senaif itu untuk menjadikan dua binatang bodoh, kartun lagi,
jadi guru spiritual kita. Tapi sebagai orang Indonesia yang sebagian besar
mengaku punya agama dan percaya Tuhan dan firman-firman-Nya yang telah ditulis
dari kitab suci, saya rasa kita sudah punya pegangan yang sangat kuat. Saya
tidak tahu dengan anda –saya tidak membuat web ini untuk orang-orang yang
seagama dengan saya, jadi saya tidak berani membuat asumsi ngawur bahwa kitab
anda sama dengan saya dan anda percaya dengan kitab yang saya percaya- namun
sebagai orang Kristen saya punya beberapa ayat favorit yang selalu saya jadikan
pegangan ketika kekhawatiran mulai mendera saya. Salah satunya adalah yang
bunyinya kira-kira begini: “Serahkanlah segala kekhawatiranmu kepada Allah,
sebab Ia-lah yang memelihara kamu. Burung pipit saja Ia pelihara, terlebih
kamu. Apakah kekhawatiran bisa menambah sehasta saja pada jalanmu?”. Membaca
berulang-ulang dan merenungkan dalam-dalam firman ini membuat degup jantung
saya melambat. Apalagi jika kemudian saya memejamkan mata, menengok ke
belakang, dan menghitung bukti betapa Tuhan tidak pernah membiarkan saya
terpuruk, sebab dari satu lagi firman-Nya saya dibuat percaya bahwa sekalipun
saya jatuh namun tak sampai tergeletak, sebab Tuhan menopang tangan saya.
Saya
bukan tipe orang yang suka melupakan masa lalu. Saya justru gemar menengok ke
belakang dan mempelajarinya. Dari masa lalu saya banyak belajar tentang
kesalahan-kesalahan saya, dan terutama pemeliharaan Tuhan terhadap saya. Saya ingat
pada beberapa titik yang pernah saya anggap terkelam dalam sejarah hidup saya,
ketika saya begitu putus asa sampai berseru pada-Nya, “Cabu jo kita pe nyawa
Tuhan! Beking apa le idop kalo cuma for rasa akang pait deng pidis bagini.” Ya,
waktu di Manado saya sering berdoa pakai dialeg sana:). Artinya kira-kira begini: ‘Cabut
saja nyawaku Tuhan! Untuk apa hidup kalau hanya untuk merasakan pahit dan pedih
seperti ini!’. Beberapa kali saya berangkat tidur, berharap mati, dan kecewa
luar biasa ketika esoknya saya bangun untuk kembali menghadapi kepahitan dan
kepungan masalah yang sama dengan kemarin, bahkan seringkali lebih parah. Kadang-kadang,
keputus asaan berkolaborasi dengan kekurangan ajaran, sehingga menghasilkan doa
macam ini: “Where are You when I need You most, God? You must have left this
town, haven’t You?”, lupa bahwa tidak semua orang yang tinggal di Manado putus
asa dan kurang ajar seperti saya.
Bila
sesekali saya menengok ke belakang dan melihat besarnya masalah serta keputus
asaan tersebut, saya selalu dibikin terheran-heran. Karena ternyata waktu
berlalu hanya untuk membuktikan bahwa saya dan anak-anak saya baik-baik saja. Ada
banyak masa di mana saya mengira bahwa kegembiraan tidak diciptakan untuk saya,
dan ternyata perkiraan saya tersebut salah total. Karena sekali lagi, ternyata
waktu berlalu hanya untuk membuktikan bahwa Tuhan punya seribu satu cara untuk
membuat saya gembira dan bersenang-senang di tengah segala timbunan masalah. Semua
perkara terjadi dalam hidup saya hanya untuk menunjukkan bahwa Tuhan tidak
pernah lalai memelihara saya dan keluarga saya. Bahwa Ia adalah penjaga saya
yang tidak pernah memicingkan mata barang sedikitpun, tepat seperti yang
dikatakan oleh Raja Daud.
Belajar
dari masa lalu membuat saya semakin yakin dan percaya diri, karena saya tahu
Tuhan tidak pernah sedetikpun meninggalkan saya. Jika rasa khawatir mulai
mengintip, saya kembali merenungkan firman dan janji-janji-Nya yang manis dan
selalu ditepati. Jika itu masih juga gagal meredakan kegelisahan, saya
mengingat seseorang yang telah khatam Alkitab dan cukup iseng untuk menghitung
bahwa dalam Alkitab Tuhan berfirman ‘Jangan khawatir’ sebanyak 365 kali. Ada 365
hari dalam setahun, dan Tuhan menyediakan satu ‘Jangan khawatir’ untuk
tiap-tiap harinya! Kalau seorang Yuanita Maya berkata ‘Jangan khawatir’ pada
seseorang yang sedang galau, bisa jadi dia cuma omong doang dan gelagapan
ketika si galau tersebut menuntutnya, “Oke, aku nggak khawatir lagi, asal kamu
mau melakukan sesuatu untuk menghilangkan masalahku.” Tapi berhubung ini Tuhan
yang berfirman, sudah barang tentu Ia telah menyediakan berbagai cara untuk
membuat kita kuat dan berhasil melepas setiap persoalan yang membelit kehidupan
kita.
Demikian
pula bangsa Indonesia. Jika kita menengok ke belakang, dari waktu ke waktu kita
melihat bahwa Indonesia tidak pernah kekurangan masalah. Tapi dari waktu ke
waktu pula kita melihat bahwa kita selalu berhasil melewati setiap permasalahan
yang mendera. Entah dengan terluka entah tidak, yang jelas kita berhasil
melewatinya. Masalah yang lain datang, kita sekali lagi berhasil melewatinya. Saya
percaya, sedikit banyak itu dipengaruhi oleh pengakuan kita akan kekuasaan
Tuhan, lewat agama yang kita anut dan kitab yang kita percaya memuat
firman-firman-Nya. Pada akhirnya, seberat apapun sebuah masalah, kita selalu
bisa mengatasinya dengan kekuatan yang Ia bagikan secara cuma-cuma pada mereka
yang mempercayai-Nya.
Indonesia
adalah bangsa yang percaya Tuhan. Dan Ia tidak pernah begitu saja meninggalkan
umat yang telah lebih memilih memercayai-Nya ketimbang yang lain. Ia ada sejak
dulu, kini, hingga selamanya. Dan Ia lebih besar daripada masalah apapun yang
membelit bangsa ini. Semakin kita berserah pada kekuasaan dan kemurahan
hati-Nya, maka tidak ada perkara apapun yang bisa meruntuhkan Indonesia. Apalagi
cuma kenaikan harga BBM dan segala implikasinya. Dalam Tuhan tidak ada
kekhawatiran. Jika kita sampai stress gara-gara belitan masalah, maka kita
harus bertanya pada diri sendiri, sejauh mana hubungan kita dengan Tuhan.
Paling tidak, ingat kata Timon dan Pumbaa seperti saya bilang di atas: Hakuna
Matata. No worries for the rest of our days.
Tuhan
menguatkan saya dan anda! Tuhan menguatkan Indonesia!
ahhh Mbak May, satu postingan indah untuk mencerahkan hati saya dan pastinya, semua orang yang membacanya. COba yah, postingan ini diprint, trus difotokopi, kira2 semua orang akan sejuk hatinya nggak yach?
BalasHapusSaya jadi bertanya-tanya sih, apa iya, orang-orang yang menghebohkan ini itu dan semua hal itu adalah orang-orang yang kacamatanya sempit? orang-orang yang tidak mau berusaha? atau memang tidak ada jalan keluar sama sekali bagi mereka? Koq saya jadi miris yach karena berkebalikan sekali dengan kutipan ayat "Tuhan memelihara kita". Saya jadi inget sama seorang temen saya asal Wlingi, Blitar yang pernah berkata "Nggak ada orang miskin di Indonesia, adanya orang malas!". "Hidup di kampung tuh enak, hasil kebun berlimpah ruah. kalau nggak bisa makan sampai busung lapar, artinya itu orang malesnya sudah kebangetan". Yah, saya bukan Tuhan yang bisa menghakimi mereka sih yah mbak...namun pendapat temen saya ini ada benernya. seterpuruknya kita, apalagi dipadukan dengan ayat "Tuhan memelihara kita", masak iya nggak ada jalan keluar lagi? Duh, saya ingin berkata demikian tidak hanya pada saat saya berbahagia saja, namun juga pada saat terkelam dalam hidup saya. Namun, masalahnya, apakah saya mampu? Yang jelas, kalau boleh meminta, saya ingin jalan hidup saya dipelihara oleh Tuhan. Jadi inget sama kutipan "Tuhan tidak pernah menjanjikan laut akan tenang dan tanpa badai, namun satu hal yang ia janjikan : kita akan sampai di pelabuhan terakhir dengan selamat". Hufff...semoga saya selalu bisa bersyukur di setiap kesempatan, sambil tetap bergembira karena semua beban hidup kita sudah ditopang oleh Tuhan. Indonesia butuh paradigma yan demikian. Hey, kita pernah melalui masa amsa BBM Rp. 6.000 rupiah! Toh, kita tetap hidup hingga sekarang. Harusnya nggak jauh beda ketika BBM naik kembali menjadi Rp. 6.000, hanya saja kita butuh lebih kreatif dalam menyiasati hidup. Balik lagi ke temen saya, "orang yang kelaparan sampai ga bisa makan dan busung lapar adalah orang yang malesnya gak ketolongan".
oh, ada satu lagi kutipan yang saya suka yang serupa dengan Hakuna Matata, "biarlah kekuatiran esok hari menjadi milik esok hari". Hidup sudah susah, kita nggak perlu menjalaninya dengan cemberut dan bermuram durja. hehehe. Sukses buat Yuanita Maya!
Kalau mau potokopi terus bagi-bagi silakan, Lomie, saya sih makasih, nggak ada dananya:). Memang kerinduan saya adalah siapapun yang merasa tenang teduh atau tercerahkan setelah membaca tulisan-tulisan saya mau membaginya pada yang lain. Sebab semua hal, baik yang baik maupun yang buruk itu menular. Betapa luar biasa Indonesia kalau setiap kita mau membagikan hal-hal baik yang kita miliki, apapun itu.
BalasHapusLomie, boleh nggak pendapat temen Lomie dari Blitar itu saya jadikan dasar untuk posting berikut? Sebetulnya saya sudah menyiapkan artikel yang siap di post, gara-gara komen Lomie jadi berantakan, deh:).
Lomie, saya sudah mengalami banyak sekali masa kelam, yang dulu saya pikir saya sama sekali tidak mampu melewatinya. Ternyata saya mampu. Tepatnya Tuhan memampukan saya, tepat seperti firman-Nya bahwa Ia tak pernah menjanjikan hari akan selalu panas atau senantiasa hujan, namun Dia janji akan memberi kekuatan bila topan ganas melanda hidup kita. Saya sudah mengalami masa-masa buruk, dan sekarang saya sedang digodok dalam kawah candradimuka yang jauh lebih dahsyat ketimbang yang sudah-sudah. Tapi justru dalam keadaan yang secara manusiawi tak tertanggungkan sekarang inilah saya justru berada dalam kondisi spiritual yang sangat baik dan kukuh. Ternyata memang Tuhan tidak pernah ingkar janji. Maka siapapun yang berlama-lama dalam kemiskinan, kegalauan, serta kepedihan adalah mereka yang patut dipertanyakan kualitas hubungannya dengan Penciptanya (contohnya saya dulum hehe...).
Iya, saya juga sangat senang dengan kredo 'Kesusahan hari ini biarlah menjadi milik hari ini. Esok hari punya kesusahannya sendiri'. Ini adalah 'mantera' paling mujarab untuk membunuh rasa khawatir. Thanks buat dukungannya, Lomie, sukses juga buat kamu. Kalau sudah bagi-bagi photokopi kabarin, ya:).