Jumat, 06 September 2013

Duh, Amerika…..



Begini ceritanya: anda adalah seorang pria dengan istri dan sekian anak. Selain itu anda juga pengusaha yangmemiliki banyak karyawan. Belakangan anda banyak masalah, dan anda terjerat hutang ratusan juta. Anda bingung bagaimana memertahankan usaha plus bayar hutang, sekaligus bisa terus menghidupi anak istri dan menyekolahkan mereka dan sebagainya. Berhubung anda tidak begitu cerdas, maka dalam kondisi terdesak andapun nyolong. Nyolongnya di mana tidak penting, yang jelas nyolong. Hasilnya lumayan, walaupun hanya bisa menutup separuh hutang.
Demikianlah kira-kira yang dilakukan AS terhadap Libya dan negara-negara kaya minyak lainnya. Berhubung mereka negara besar yang punya banyak pemikir dan anggota senat dan lain-lainnya, walhasil mereka banyak akses dan modal untuk pakai cara cantik  (tidak seperti anda si pengusaha panik yang berakhir jadi maling soliter). Berbeda dengan anda yang berjibaku seorang diri sehingga hanya bisa pakai cara murahan, AS dengan posisinya sebagai negara super power bisa merancang skenario menggetarkan: rasa kemanusiaan terhadap rakyat malang nan ditindas oleh pemimpin dan rezim ndolim (biasanya ditambahi isu senjata pemusnah massal). Dan berhubung koneksi dan akses media mereka sungguh cetar membahana, maka publik Internasionalpun berhasil dikibulin dengan sukses. Dengan kepercayaan publik Internasional dan dukungan teman-teman, walhasil AS berhasil mengeruki minyak dari berbagai negara tersebut. Minyak didapat, nama harum sebagai negara penuh kasih penegak demokrasipun berhasil diraih. Terpujilah Amerika Serikat!
Tapi tunggu dulu! Konsensi minyak dan sebagainya sudah di tangan, kenapa hutang masih segede dosa, ya? Terus kenapa angka pengangguran nasional masih demikian tinggi, ya? Para pemikir hebat di AS pun teringat cara-cara basi yang belum lama berlalu tersebut, lalu memutuskan untuk menerapkannya di Suriah. Tapi, duh, bukankah Suriah bukan negara gudang minyak pula gemah-ripah loh jinawi? Jangan sediiiih….Kan sudah ada contoh jaman akhir ’20-an dulu. Terpuruknya ekonomi AS gara-gara urusan Wall Street terjungkal di era tersebut juga terselesaikan dengan industri alat perang. Perekonomian AS yang kandas diiringi gejolak sosial dan rentetan kasus bunuh diri, pulih secara menakjubkan gara-gara penjualan alat-alat perang. Ada minyak atau tidak, industri perang tetap jalan asal ada skenario drama kemanusiaan yang menunjang. Dengan langgengnya industri perang, maka saluran uang kembali berbinar dan masalah pengangguran nasional bisa terselesaikan. Ah, indahnya perang…. 
Itu sebabnya Barack Obama yang begitu dipuja segenap rakyat Indonesia karena doyan bakso dan sate itu begitu bersemangat meneruskan keberhasilan para pendahulunya. Skenarionya masih tetap sama dengan dulu-dulu tak jadi masalah, karena kreatifitas tak begitu penting di sini. Yang penting adalah kampanye ‘perikemanusiaan’ yang mengharukan. Bukankah dua unsur paling penting yakni penguasaan media dan publik Internasional yang gampang dibodohi sudah dikantongi? Indahnya lagi, biarpun ngakunya pada sekolah tinggi toh masih banyak umat yang belum paham mekanisme distorsi media. Lalu apa masalahnya? Tidak ada sebenarnya, kalau saja negara-negara sekutu tidak membelot dengan cara menolak rencana serangan ke Suriah. Emang enak bertempur sendiri? Lagian bikin senjata sendiri, terus beli sendiri buat perang sendirian, emang nggak rugi? Jadilah Amerika yang semula menggebu-gebu penuh gelora membara dalam urusan serangan ke Suriah ini mendadak malas-malasan.
Duh, duh, Amerika….. Dapur memang tetap harus ngebul, negara memang tetap harus jalan, dan rakyat tetap harus dikasih makan. Jadi walaupun segala jargon ‘perikemanusiaan dan demokrasi’ untuk legalisasi perang-perangmu selama ini sangat menggelikan dan ironik, tapi dalam konteks kepentingan rakyat dan negaramu masih bisa dipahami, lah. Tapi mbok ya konsisten sedikit. Sebagian manusia di bumi ini sudah tahu bahwa kau munafik dan rakus bukan kepalang, masak sekarang mau kau lempari mukamu sendiri dengan lebih banyak kotoran? Kalau demikian maka sebagian orang yang tadinya masih senang-senang saja kau bodohi bakalan tahu kalau selama ini kau pembohong besar. Serang saja Suriah biarpun kau rugi sendiri, karena kalau kau batal menyerang, pasti di masa mendatang masyarakat dunia tak bakal bisa kau bohongin lagi. Dan kaupun bakal kelimpungan mencari orang yang benar-benar pintar untuk mengurus negara dan rakyatmu lewat rejeki yang halal. Emang gampang?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar